Oleh: Sri Rahma Yanti*
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran ulama. Karena itu tidak heran banyak ulama yang menyandang gelar sebagai pahlawan nasional. Salah satu ulama yang sangat berjasa untuk perjuangan bangsa Indonesia adalah Mohammad Natsir. Beliau adalah seorang ulama besar yang memperjuangkan kedaulatan bangsa dengan pemikirannya. Sepak terjang ulama satu ini bisa dilihat pada berbagai pencapaiannya di bidang politik.
Beliau berhasil menduduki sejumlah jabatan penting mulai dari Menteri Penerangan (1946-1947) hingga Perdana Menteri Indonesia(1950-1951) selain itu beliau juga pernah memegang jabatan penting di dunia internasional yaitu menjadi Presiden Liga Muslim Indonesia.
Profil Mohammad Natsir
Mohammad Natsir lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Juli 1908. Dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama Mohammad Idris Sutan Saripado dan ibunya bernama Khadijah. Ayah Natsir bekerja sebagai juru tulis di Kantor Kontroler, Maninjau. Tahun 1918 ayahnya menjadi Sipir dan pindah tugas ke Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.
Selama dua tahun beliau belajar di Sekolah Rakyat Maninjau. Berikutnya beliau pindah ke Hollandsche-Inlandsche School (HIS) sebuah sekolah yang didirikan Belanda untuk rakyat Indonesia di Adabiyah, Padang.
Kemudian Natsir kembali pindah, kali ini ke Solok. Beliau melanjutkan pendidikan di HIS Solok pada pagi hari lalu malamnya mengaji di Madrasah Diniyah. Beliau dititipkan kepada seorang saudagar bernama Haji Musa.
Pada tahun 1923, Natsir melanjutkan studi di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Padang serta mulai aktif keorganisasian. Beliau bergabung dengan Organisasi Pemuda Jong Islamieten Bond (JIB). Lulus dari MULO tahun 1927, Natsir terus mengejar pendidikan sampai ke Bandung. Kemudian belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) dan lulus tahun 1930. Ketika pindah ke Bandung, Natsir tetap melanjutkan kiprahnya di JIB Bandung, bahkan menjabat ketua pada periode 1928-1932.
Selama di Bandung ini Natsir juga mendirikan Lembaga Pendidikan Islam (Pendis). Pendis merupakan bentuk pendidikan modern yang mengombinasikan kurikulum pendidikan umum dengan pendidikan pesantren. Dalam waktu 10 tahun, Pendis berkembang pesat, dan memiliki sekolah dari jenjang TK hingga Sekolah Dasar.
Pada tahun 1938, Natsir mulai aktif berpolitik dengan bergabung dalam Partai Islam Indonesia (PII). Periode tahun 1940-1942, Natsir menjadi Ketua PII Bandung. Pada masa pemerintahan Jepang, Natsir aktif di Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang dibentuk pada 5 September 1942. MIAI ini dikemudian hari berganti nama menjadi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).
Selain di Masyumi, Natsir juga menjadi Kepala Bagian Pendidikan Kota Madya Bandung pada periode 1942-1945. Pada awal masa kemerdekaan, Natsir menjelma menjadi politikus dan negarawan yang penting di Indonesia.Mulanya Natsir menjadi ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada 25 November 1945. Pada 3 Januari 1946, Natsir ditunjuk menjadi Menteri Penerangan Indonesia pertama, hingga tahun 1949.Pada tahun 1950, Natsir mengumumkan Mosi Integral Natsir yang berhasil menyatukan kembali Republik Indonesia menjadi negara kesatuan, yang sebelumnya sempat berbentuk federal.
Atas jasanya itu, pada tahun 1950-1951, Presiden Soekarno menunjuk Natsir menjadi Perdana Menteri. Ketika itu, Natsir juga sedang memimpin salah satu partai politik terbesar di Indonesia saat itu yaitu Partai Masyumi.
Perbedaan Pandangan dengan Soekarno sampai Soeharto
Perbedaan pandangan antara Mohammad Natsir dan Soekarno, mendorong beliau mengundurkan diri dari jabatannya. Setelah itu beliau masuk penjara karena dituduh terlibat dengan pemberontakan PRRI. Meskipun pada masa Orde Baru di tahun 1966 beliau dibebaskan. Nyatanya keberadaan Mohammad Natsir masih dianggap berbahaya bagi pemerintahan. Tahun 1980, Mohammad Natsir ikut terlibat dalam Petisi 50 yang mengkritisi Pemerintah Soeharto. Ini membuat pemerintah semakin terancam dengan keberadaan Mohammad Natsir.
Mohammad Natsir meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 6 Februari 1993, kemudian beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2008. Natsir merupakan seorang pemikir dalam politik Islam serta cendekiawan yang sangat peduli pada dakwah dan pembinaan umat. Ia merupakan pakar agama dan filsafat, sosial kemasyarakatan, pendidikan Islam, kebudayaan Islam, serta pakar dunia Islam.
Natsir dan Pendidikan Masa Sekarang
Keteladanan yang dicontohkan oleh Mohammad Natsir jika kita cermati, tidak terlepas dari peran pendidikan. Jiwa negarawannya muncul setelah berinteraksi dengan lembaga pendidikan. Maka tidak heran jika dia berupaya untuk menciptakan lembaga pendidikan sendiri seperti Pendidikan Islam. Ini tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai pejuang sekaligus cendekiawan Islam.
Di masa sekarang, masalah pendidikan menjadi semakin kompleks. Di zaman Natsir pendidikan ditujukan untuk kesadaran, kematangan dan pembebasan. Oleh karena itu produk yang dihasilkan adalah orang-orang besar yang kisah hidupnya menyejarah.
Sedangkan sekarang, walaupun telah merdeka pendidikan terkesan mahal, serta mengutamakan kuantitas. Di sisi lain kesejahteraan guru masih belum mencapai tingkat yang layak, banyak tenaga honorer dengan gaji rendah.
Fenomena menjamurnya sekolah swasta milik pribadi atau yayasan adalah respons dari masalah pendidikan ini. Banyaknya guru honorer akan terserap ke sekolah swasta dengan sistem kontrak yang dinilai lebih layak. Maka dari itu semua, pendidikan harus benar-benar menjadi penting dalam kehidupan masyarakat. Negara harus mencari solusi lebih baik untuk para tenaga pengajar dan sistem pendidikan Indonesia. Bagaimanapun pendidikan negeri harus lebih baik dari swasta karena lembaga ini adalah basis utama pendidikan masyarakat.
*Penulis adalah mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Mohammad Natsir Bukittinggi