More

    Mahasiswa UMY Asal Bangka Berhasil Jadi Sarjana Berkat Jual Gorengan

    Asnawi membawa gorengan pukulnya saat acara wisuda di kampus UMY. Dok : UMY

    Ditengah hiruk pikuk pelaksanaan Wisuda Periode II Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, seorang pemuda lengkap dengan toga, membagi-bagikan gorengan kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Mulai dari Satpam, tukang parkir, hingga orang tua wali mahasiswa datang mengerumuni pemuda tersebut.

    Dialah Asnawi, salah satu wisudawan Jurusan Ekonomi UMY. Asnawai berjualan gorengan dengan tempat gorengan pikulnya di samping Sportorium Kampus Terpadu UMY, Sabtu, (11/02/2017). Kegiatannya tersebut adalah untuk memenuhi nazarnya yaitu untuk berjualan gorengan sambil memakai toga di hari kelulusannya. Dari berjualan gorengan tersebut, ia bisa menyelesaikan pendidikan sarjana di Kampus UMY.

    “Saya pernah bernazar dulu, pokoknya kalau saya lulus saya akan pakai toga dengan membawa dagangan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa penjual gorengan juga bisa menyelesaikan kuliah. Saya membayar kuliah dan membiayai hidup saya juga pakai ini,” kata Asnawi yang akrab disapa Awi ini, Selasa, (14/02/2017).

    - Advertisement -

    Asnawi, merupakan mahasiswa rantau asal bangka. Ia mulai berjualan untuk mebayar sendiri kuliahnya sejak awal kuliah. Ketika itu ia berjulan pempek dan mie ayam. Namun hingga semester tiga usah tersebut tidak begitu berhasil. Hingga akhirnya ia beralih menjadi berjualan gorengan.

    Selama berjualan gorengan, Asnawi mengaku tidak pernah mengganggu kuliahnya. Tugas-tugas kuliah tetap dikerjakan di tengah kesibukannya berdagang.

    “Tugas tetap dikerjakan, namun kalau harus meninggalkan berjualan ya saya tinggalkan,”ujarnya.

    Agar bisa membagi waktu antar berjualan dan kuliah, Awi mengatur waktunya secara detil. Setiap hari ia harus bangun pukul 04.00 pagi untuk shalat subuh. Kemudian berangkat ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk berjualan dan dilanjutkan dengan meracik bumbu. Sekitar pukul  06.45, atau sebelum berangkat kuliah, Asnawi menyiapkan dagangannya.

    Selanjutnya Asnawi mengikuti perkuliahan hingga pukul 12.30. Sepulang kuliah Asnawi langsung membuat adonan dan menjajakannya dengan berkeliling kampung. Ia menghabiskan waktu berjualan di sekitar kampus hingga pukul 18.00.

    Setelah itu bila ada kuliah malam, Asnawi mengikuti kuliah malam. Jika tidak ada kuliah waktunya ia gunakan untuk belajar atau mengerjakan tugas. Tak hanya itu, sebelum tidur pun Awi sudah terbiasa menyempatkan diri untuk mengecek peralatan dagangannya.

    Aktivitas berjualan gorengan dan kuliah ini dilakukan Asnawi setiap hari, kecuali hari minggu. Ia memanfaatkan hari minggu untuk refreshing dan beristirahat.

    Meski melakoni dua pekerjaan sekaligus, Awi mengaku menikmati berkuliah sambil berjualan. Namun bukan tak pernah ada masalah. Menurut Awi ketika semester tiga, ia sempat ingin menyerah dan putus asa, karena dagangannya tak laku-laku.

    “Semester 3 saya sempat ingin menyerah. Waktu itu saya jualan belum begitu berhasil. Saya dulu belum jualan gorengan, tapi jualan pempek dan mie ayam,” kata Awi.

    Kemudian disaat-saat seperti  itu, Awi dinasehati orang tuanya, agar mengganti jenis usahanya. Awi pun mengganti usahanya dengan berjualan gorengan. Setelah beralih usaha, keuntungan yang didapatkan Awi pun berubah. Setiap hari rata-rata ia mendapatkan keuntungan dari berjualan gorengan sebesar 300 ribu rupiah. Dari hasil keuntungannya itulah Awi bisa membiayai hidup dan pendidikannya sendiri, tanpa memberatkan orang tuanya sedikit pun.

    Sebenarnya orang Awi sudah mulai berjualan gorengan sejak tahun 2006. Ia mengikuti orang tuanya yang berprofesi sebagai penjual gorengan. Selama mengikuti orang tuanya, Awi merantau dan berpindah pindah selama empat tahun. Ketika itu Awi yang baru lulus SMP menanggalkan keinginannya untuk sekolah SMA.

    Meski telah melewatkan waktu yang cukup lama untuk melanjutkan ke jenjang SMA, Awi yang bercita-cita tinggi ingin jadi presiden ini rupanya tak patah semangat. Ketika mendapat kesempatan, ia langsung melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA, meskipun umur mungkin sudah bukan selayaknya baru menduduki bangku SMA.

    Pada tahun 2010, saat kenaikan kelas XI SMA, Awi dipercaya sekolahnya untuk mengikuti pogram pertukaran pelajar ke Yogyakarta. Dari sanalah kemudian keberuntungan pendidikannya mulai terlihat.

    “Saya mulai bercita-cita untuk kuliah di Yogyakarta. Waktu itu saya mengikuti program pertukaran pelajar dan ditempatkan di SMKN 7 Yogyakarta. Mulai dari situ saya menabung untuk persiapan awal-awal kuliah,”tandasnya.

    Asnawi merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya juga berjualan untuk menghidupi dirinya masing-masing. Kakak perempuannya mempunyai usaha jahit, dan adik perempuannya saat ini juga berjualan baju dan kaos. Sementara orang tuanya tetap menjalankan usaha gorengan.

    Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Yogyakarta, rupanya disambut baik oleh orang-orang yang sangat disayangnya. Kedua orang tuanya dan dua saudaranya. Dari orang tuanya pula ia mendapat sifat pekerja keras dan pantang menyerah.

    Kesempatan Asnawi di bangku kuliah tak disia-siakan Asnawi. Ia lulus dengan IPK memuaskan yaitu 3.39.

    Awi mengaku, setelah lulus sarjana S1, ia masih ingin mengejar cita-citanya. Ia ingin tetap melanjutkan pendidikannya hingga jenjang S2 bahkan melanjutkan S2 di luar negeri. Selain itu, Awi juga ingin menjadi pengusaha dan membuka perusahaan sendiri.

    “Saat ini saya ingin pulang kampung sambil mencari pekerjaan di samping berjualan gorengan lagi dengan orang tua. Saya juga ingin mengejar beasiswa S2 ke luar negeri. Untuk soal cita-cita profesi, saya lebih berminat di wirausaha, walau dulu waktu kecil ya cita-citanya jadi presiden,”harapnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here