More

    Prinsip Wabi-sabi dalam Estetika Seni Keramik Kontemporer

    3/

    Di dalam seni rupa modern ada pendapat yang mengatakan seni murni adalah seni “non-fungsional”. Apa yang dimaksud dengan konsep “non-fungsional” dalam paradigma seni murni tersebut? Artinya seni murni itu bukanlah “alat” untuk sesuatu yang lain, bukan media penyampai untuk tujuan yang lain, tetapi hanya media bagi ekspresi personal sang senimannya. Namun, jika demikian halnya, sesungguhnya seni murni itu juga merupakan media penyampai dari pikiran dan atau emosi sang seniman, sesuatu yang lain dari seni itu sendiri, dengan kata lain seni murni adalah “fungsi” dari pikiran dan atau perasaan sang senimannya.

    Di dalam seni keramik modern Jepang, khususnya pada estetika “mingei” (seni rakyat jelata), pembatasan yang tegas antara seni murni dan seni fungsional itu telah dicabut. Seni keramik memang masih berfungsi sebagai perabotan rumah tangga, tetapi sekaligus bisa menjadi ekspresi personal dari sang seniman keramik. Estetika mingei yang dipelopori oleh filsuf Jepang Yanagi Soetsu serta beberapa seniman keramik seperti Bernard Leach (Inggris), Shoji Hamada, dan Kawai Kanjiro dengan tegas menyatakan bahwa pemisahan itu sama sekali tidak diperlukan dalam konteks seni keramik gaya mingei. Sebuah cawan masih bisa berfungsi sebagai alat untuk upacara minum teh, tetapi juga bisa berfungsi sebagai sebuah karya seni murni yang mengekspresikan pikiran dan perasaan personal senimannya. Seni keramik gaya “mingei” bisa dibuat secara massal, tetapi setiap bentuk karya seni keramik itu tak pernah bisa sama. Selalu ada ekspresi artistik yang berbeda. Dengan kata lain setiap cawan gaya “mingei” tak pernah bisa dibuat sama persis untuk kedua kalinya (hal yang mungkin bisa dilakukan oleh industri keramik perabotan rumah tangga), bahkan juga tidak oleh sang senimannya sendiri.

    - Advertisement -

    Seni keramik modern Jepang, seperti seni keramik gaya mingei, juga telah mengubah karya seni keramik dari seni murni atau elit–seperti seni keramik Jepang, Korea dan Cina pada masa kekaisaran–menjadi “seni orang biasa”, menjadi seni rakyat jelata. Segala yang cacat dan tak sempurna, segala yang tak mulus dan bersih, justru diterima sebagai bagian dari estetika seni keramik itu sendiri. Wabi-sabi, ketaksempurnaan dalam kesempurnaan, adalah inti dari seni keramik Jepang sejak periode Edo pada abad pertengahan hingga saat ini.

    4/

    Warren MacKenzie (92 tahun) adalah seorang empu seni keramik pelopor aliran mingei di Amerika Serikat (AS). Ia juga seorang profesor dalam seni keramik yang mengajar pada berbagai universitas di AS. Ia menyatakan bahwa pottery (pasu) sebenarnya tidak mahal. “Harga sepuluh dolar per buah sudah sangat layak bagi karya seni keramik,” katanya. Hal yang membuat seni keramik menjadi mahal adalah soal waktu pembuatan. Bila seniman keramik bisa menemukan cara untuk menghemat waktu penciptaan karya seni keramik, maka karya seni keramik akan menjadi murah. Ini sejalan dengan prinsip seni mingei yang pertama kali dirumuskan oleh Yanagi Soetsu, seorang filsuf Jepang pada awal abad ke-20.

    Untuk “menghemat” waktu pembuatan karya seni keramik, maka seorang seniman keramik menggunakan whell throwing (roda pemutar lempung untuk membuat pasu keramik). Dengan menggunakan alat ini, maka Anda bisa dalam waktu kurang dari lima menit membuat satu cawan atau bejana selinder dengan simetri yang presisif. Baru setelah simetri bentuk pasu itu tercapai, sang seniman keramik akan mengadirkan “cacat artistik” ke dalam simetrinya, bisa dengan cara menekuk dinding cawan atau membuat slip (dekorasi) menggunakan glasir yang dilakukan dengan spontan. Cacat artistik yang dihadirkan itu mesti menjadi “nyali” atau jiwa dari sang seniman keramik, yang membedakan atau menjadi ciri khusus terhadap karya seniman keramik lainnya.

    Namun, bagi seorang seniman keramik gaya mingei di Jepang, cacat artistik (wabi-sabi) hanya boleh dilakukan setelah seorang mahir membuat cawan atau bejana secara simetris, sepresisif mungkin, bukan sebelumnya. Wabi-sabi itu harus dilakukan dengan sadar, bukan tidak sadar. Saya kerap memperhatikan bagaimana sang empu keramik “mingei” dari AS, Warren MacKenzie, membuat cacat artistik pada keramiknya–menekuk mulut cawan atau membengkokkan dinding cawan dan lainnya. Warren MacKenzie adalah seorang profesor dalam seni keramik, sekaligus pelopor seni keramik di AS yang telah bergulat dengan seni keramik lebih dari 60 tahun. Kini dalam usianya yang ke-91 tahun, Warren MacKenzie masih terus mengajar secara informal dan membuat karya-karya seni keramik yang indah.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here