More

    Tantangan Modernitas

    Persoalan lain yang memerlukan perhatian kita ialah mengapa bangsa kita memiliki etos kerja yang rendah. Beberapa pihak menuding sistem pendidikan kita sebagai kambing hitam.

    Jika tudingan itu dianggap sebagai kritik membangun, maka masalahnya bahwa pendidikan kita kurang mendukung lahirnya mental berspekulasi. Mulai dini anak sudah disuguhi bahwa role model (teladan peran) mereka adalah orang-orang profesional yang bekerja pada sektor-sektor yang memberikan jaminan ekonomi stabil, walaupun pas-pasan. Sangat langka mereka diberikan role model yang memiliki jiwa entrepreneur.

    Jika semua itu dikaitkan dengan pendidikan agama, masalahnya bagaimana menjadikan agama itu sebagai spirit atau roh bagai lahirnya manusia yang memiliki orientasi ke depan. Jika tidak, pendidikan agama hanya akan berfungsi marginal dan akan melahirkan manusia-manusia yang terasing dari arus perkembangan zaman atau yang selalu reaktif terhadap munculnya budaya baru.

    Untuk memperkirakan masa depan dunia pendidikan agama, ada dua hal yang harus di perhatikan, Pertama, sikap pemerintah yang melihat apakah pendidikan itu sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan pasaran kerja atau sebagai suatu yang menentukan arah pembangunan kita.  Kedua, pandangan masyarakat kita sendiri terhadap makna agama dalam kehidupan modern.

    - Advertisement -

    Kedua hal itu akan menentukan masa depan pendidikan agama. Dengan beberapa kemungkinan kebijakan pemerintah di masa yang akan datang dan kecenderungan pemahaman agama dalam masyarakat modern, maka kita bisa memperkirakan beberapa kemungkinan yang akan dialami oleh pendidikan agama.

    Pertama, lembaga pendidikan agama akan tetap bertahan seperti sekarang, kedua lembaga pendidikan agama akan semakin tidak menarik, dan ketiga lembaga pendidikan agama harus berubah agar tetap hidup. Ketiga kemungkinan itu akan sangat tergantung pada kemampuan kita untuk menjawab tantangan baik eksternal maupun internal.

    Untuk mewujudkan cita-cita itu, pendidikan agama mutlak diperlukan. Semakin hari tantangan itu semakin besar tetapi tugas kita ialah dalam mengembangkan misi itu harus dilandasi keyakinan bahwa dalam perkembangan yang bagaimana pun agama itu tetap diperlukan. Sebab tanpa agama manusia itu sendiri sudah mengingkari makna atau eksistensinya di muka bumi ini.

    Konsumerisme, hedonisme, dan materialisme yang sedang merasuk “living style” atau peradaban bangsa kita saat ini di tengah krisis menimbulkan ketegangan sosial dan psikologis yang tidak kecil. Nafsu akan materi, termasuk haus materi yang dikonsumsi (konsumerisme), dan nafsu akan pemuasan kesenangan biologis (hedonisme) yang menuntut biaya tinggi dihadapkan pada kenyataan suram di dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Nafsu yang terus bertambah tanpa kendali berseberangan dengan daya beli masyarakat yang minim atau sangat minim.[]

    *Penulis merupakan mahasiswa al-ahwal syakhsiyyah fakultas syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here