More

    Menyusuri Sejarah dan Kebudayaan Melayu di Pulau Penyengat

    Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. FOTO : FRINO BARIARCIANUR
    Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. FOTO : FRINO BARIARCIANUR

     

    Frino Bariarcianur

    Dari kota Tanjung Pinang terlihat bangunan berwarna kuning mencolok. Itulah masjid raya Sultan Riau di Pulau Penyengat.

    - Advertisement -

    Untuk mencapai Pulau Penyengat, wisatawan dapat menggunakan perahu yang telah tersedia di pelabuhan kota Tanjung Pinang. Dengan gelombang yang cukup kuat, perjalanan menjadi menyenangkan. Dan pelan-pelan masjid di Pulau Penyengat mulai terlihat jelas di depan mata. Kita hanya butuh waktu sekira 30 menit saja untuk mencapai bibir dermaga Pulau Penyengat. Di sinilah kita menemukan jejak-jejak sejarah dan kebudayaan Melayu yang mengagumkan.

    Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat berdiri pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) oleh Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunannya megah dan terawat dengan baik.

    Ada empat menara yang menghias kubahnya yang berbentuk seperti bawang. Ada dua bangunan kembar di kiri dan kanan depan masjid. Sementara di bagian belakang terdapat sejumlah makam keluarga Sultan. Pesona bangunan masjid ini juga terlihat dari kubah-kubahnya yang berjumlah 17 buah yang merepresentasikan jumlah rakaat shalat 5 waktu.

    Masjid Raya Sultan Riau berukuran 18×19,80 m. Berdiri di atas lahan seluas sekitar 55×33 m.

    Keseluruhan bangunan masjid berwarna kuning. Menurut cerita masyarakat, Sultan memerintahkan menggunakan putih telur untuk memperkuat dinding masjid. Sementara untuk warna menggunakan kuning telur. Tentu berton-ton telur digunakan untuk mengecat masjid ini biar tampak mencolok. Tapi kalau sekarang warna masjid yang kuning sudah menggunakan cat.

    Masuk ke dalamnya kita dapat menyaksikan koleksi perpustakaan Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi, Yang Dipertuan Muda Riau X, mimbar khotib yang khas serta kitab-kitab kuno dan kitab suci Al-Quran bertulis tangan. 

    Jika sempat sholat Jumat di sini, pengurus masjid biasanya mengumumkan jumlah sumbangan. Tidak hanya dalam rupiah, tapi banyak juga ringgit, dollar singapura, baht, dan lain-lain. Jumlahnya mencapai milyaran rupiah. Memang banyak wisawatan yang sengaja datang untuk sholat di Masjid Raya Sultan Riau. Selain itu banyak juga yang bersedekah di masjid raya ini.

    Tapi jangan berhenti di masjid. Pulau Penyengat masih menyimpan pesona sejarah, seni dan lansekap alamnya yang indah.

    Jika tak kuat berjalan bisa menggunakan becak motor (bentor) untuk berkeliling pulau. Tak ada deru kendaraan seperti di kota-kota besar. Para penarik bentor dengan lihai menyusuri jalan-jalan kecil Pulau Penyengat. Ditambah suasana yang damai dan tenteram, angin laut yang berhembus pelan, kesibukan warga yang rata-rata nelayan, anak-anak yang mandi di laut menjadi keseharian yang khas di Pulau Penyengat.

    Tari Zapin salah satu bentuk tari tradisional bangsa Melayu yang populer. FOTO : FRINO BARIARCIANUR
    Tari Zapin salah satu bentuk tari tradisional bangsa Melayu yang populer. FOTO : FRINO BARIARCIANUR

     

    Tempat wisata lain yang sayang dilewatkan adalah makam raja-raja, seperti Raja Ja’afar dan Raja Ali Marhum yang berada di tengah-tengah pulau Penyengat. Selanjutnya kita dapat mengunjungi kompleks istana, benteng, dan tentu yang tak kalah pentingnya makam Raja Ali Haji sang pencipta Gurindam Dua Belas.

    Raja Ali Haji tidak hanya dikenal sebagai seorang sastrawan bangsa Melayu tapi juga sebagai tokoh intelektual, sejarawan dan ulama. Semasa hidupnya ia menjadi penasihat bagi Sultan, ia menjadi guru bagi masyarakat Melayu.

    Karya Gurindam Dua Belas pun menjadi salah satu kekayaan budaya bangsa Melayu hingga kapan pun. Karya Raja Ali Haji ini berisi nasihat dan petuah-petuah kehidupan. Kita pun dapat membacanya berulang-ulang dengan gaya bahasa dan logat Melayu yang kental.

    Salah satu petikan Gurindam Dua Belas yang termasyur,“Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.”

    Senja sudah di pelupuk mata, suara adzan bergema. Warga berduyun-duyun ke Masjid Raya. Lampu-lampu rumah bagaikan mutiara yang menghias pulau kecil ini. Tak terang benderang, tapi kehidupannya penuh dengan kesantunan. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here