More

    Menembus Badai Puncak Rinjani

    Ahmad Fauzan Sazli

    15 08 2013 Badai Puncak Rinjani 02 kaka
    Badai di Puncak Rinjani, sekitar pukul 05.30 WIT, Kamis, (15/08/2013). FOTO : FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI

    Sore itu bukit Plawangan Sembalun Gunung Rinjani tertutup kabut, matahari sama sekali tak menampakkan dirinya. Namun tiba-tiba matahari keluar dari balik kabut. Cahaya matahari terbenam itu keluar selama sepuluh menit, kemudian menghilang.

    Saya merasa beruntung bisa melihat sunset dari atas bukit Plawangan. Pasalnya melihat sunset dari bukit ini merupakan salah satu hal yang menyemangati para pendaki Gunung Rinjani untuk lebih cepat menaklukan sembilan bukit penderitaan.

    Setelah langit gelap, angin pun menjadi kencang. Rasanya tak sanggup hanya menggunakan kaos. Saya pun mengganti jaket tebal agar bisa lebih hangat di luar tenda. Namun makin malam, angin bertambah kencang, rasanya satu jaket tak mampu menahan dingin dan kencangnya angin.

    - Advertisement -

    Akhirnya saya pun masuk ke dalam tenda. Begitupun orang-orang yang berada di sekitar saya, mereka juga masuk ke dalam tendanya masing-masing.

    Saya bersama tiga orang teman saya Eko, Odong, dan Ogi pun akhirnya masak di dalam tenda. Kami pun menikmati secangkir susu sambil mengobrol. Namun kami tak bisa berlama-lama, karena esok pagi sekitar pukul 01.00 WIT kami harus berangkat ke Puncak Gunung Rinjani.

    Bukit Plawangan Sembalun sendiri berada di ketinggian 2.639 M dpl, sementara puncak gunung Rinjani berada di ketinggian 3726 M dpl. Perjalanan normal ke puncak tersebut membutuhkan waktu sekitar tiga jam.

    Karena lelah seharian berjalan mendaki sembilan penderitaan, tentunya kami harus tidur lebih cepat, agar bisa mengumpulkan tenaga dan mampu mencapaivpuncak dengan lebih cepat pula.

    14 08 2013 pelawangan sembalun kaka
    Sunset di Plawangan Sembalun Gunung Rinjani

    Malam itu angin masih bertiup kencang dan menggerak-gerakkan tenda kami. Kami berempat hanya bisa memejamkan mata, tanpa tidur, hingga akhirnya waktu menunjukan pukul 00.30 WIT.

    Kami bersama puluhan pendaki lain pun bergegas. Saya menggunakan tiga jaket sekaligus. Tak lupa, saya menggunakan lampu di kepala untuk penerangan nanti.

    Mendaki ke puncak pun dimulai. Sedikit demi sedikit kami melangkah. Jalan yang kami lalui terdiri dari batu dan pasir. Sial bagi saya yang tak mempersiapkan tongkat sebagai pijakan. Jalan berbatu dan pasir ini terasa licin. Kadang saya harus merangkak dengan tangan untuk melewati jalan tersebut. Namun secara berlahan saya pun bisa melewati bukit pertama menuju bukit selanjutnya.

    Perjalanan sesungguhnya pun baru dimulai, jenis jalan yang dilalui pun sama, yakni berbatu dan berpasir. Jalan kali ini tak securam sebelumnya. Meski demikian, angin yang berhembus lebih deras. Hembusan angin dari atas ini terasa menusuk tulang.

    Karena sudah berniat bisa berada di 3726 M dpl Rinjani, saya pun terus melangkah. Dari atas bukit ini saya melihat orang-orang juga mulai naik ke atas. Jumlahnya yang ratusan membuat barisan tersebut terlihat seperti kunang-kunang.

    Di sebuah batu besar saya pun berhenti. Saya merasa sangat nyaman berada di balik batu besar ini. Di balik batu ini derasnya angin tak terasa. Namun lima menit istirahat di baik batu membuat saya ngantuk.

    Karena sudah diwanti-wanti oleh para pendaki di bawah agar tidak boleh tidur di balik bukit, saya pun menahan kantuk. Menurut mereka menurut mereka, bila saya tertidur di bali batu, saya bisa terkena hipotermia alias kedinginan yang bisa membuat tubuh beku dan bisa membuat pembuluh darah mengerut dan memutus pembuluh darah. Ihhh serem.

    Meski tidur di balik batu amatlah berbahaya, saya melihat banyak orang yang berlindung dibalik batu kemudian tidur. Saya pun sempat membangunkan dua orang yang tertidur di balik batu tersebut.

    Kemudian, saya pun terus berjalan. Bila lelah, saya akan melihat ke bawah menyaksikan lampu-lampu yang bergerak cepat. Orang-orang yang bersemangat mendaki dari bawah ke atas inilah yang saya jadikan sumber semangat untuk bisa lebih cepat tiba di puncak Rinjani.

    Saya beruntung dibekali teman saya Ogi lima buah kurma. Lima buah kurma inilah yang memberi saya tenaga ekstra untuk berjalan menuju puncak.

    Makin naik ke atas udara makin dingin, angin bertambah kencang. Ketika itu sekitar pukul 05.30 WIT, saya berada sekitar 300 meter dari Puncak Gunung Rinjani.  Terlihat jelas di depan mata saya Puncak Gunung Rinjani. Namun di puncak tersebut terlihat kabut seperti angin. Saya menduga kabut tersebut adalah badai.

    Saya pun penasaran ingin memotret Puncak Gunung Rinjani tersebut. Namun saat membuka sarung tangan, tangan saya membeku tak dapat bergerak. Saya pun mengurungkan membuka sarung tangan dan memotret dengan sarung tangan tebal yang saya kenakan.

    Usai memotret, saya pun melanjutkan perjalanan. Melanjutkan mimpi saya bisa berada di puncak gunung merapi tertingi kedua di Indonesia tersebut. Namun tiba-tiba setiap orang yang turun mengatakan ada badai di puncak. Selain itu mereka mengatakan sunrise tidak kelihatan dari atas puncak.

    Saya menjadi ragu untuk terus melanjutkan perjalanan ke puncak. Apalagi yang banyak turun adalah turis asing yang sudah terbiasa dengan cuaca dingin. Apalagi bibir saya terasa beku. Saya pun memutuskan untuk untuk berhenti dan tidak melanjutkan ke puncak Rinjani.

    14 08 2013 SUMMIT rinjani kaka
    Sejumlah orang turun dari puncak Gunung Rinjani.

    Namun, beberapa teman satu rombongan saya, seperti Tika, Putri, Eko, Nafis, Ogi, Badot dan juga Imam tak menggubris himbauan badai di Puncak. Mereka pun terus memaksa berjalan. Akhirnya mereka pun terserang badai dari segala penjuru. Semua teman-teman saya ini pun kedinginan. Seperti Nafis, salah satu teman saya ini mengaku sebagian wajahnya terasa beku alias tidak terasa.

    Secara berlahan, mereka saling membahu, hingga sampai di satu titik bertuliskan Puncak Gunung Rinjani  3726 M dpl. Tanpa ba bi bu mereka langsung berfoto. Beberapa saat kemudian, mereka langsung turun ke bawah.

    Dari sekitar 500 pendaki yang naik menuju puncak, hanya sekitar 30 orang yang mampu menembus badai di Puncak Gunung Rinjani. Saya bersyukur semua teman-teman saya yang berhasil mencapai puncak dan dapat turun dengan selamat.

    Meski sunrise tak bisa dinikmati di atas puncak, bagi teman-teman saya ini, mereka sudah menaklukan puncak gunung Rinjani. Seperti Putri, mahasiswi Universitas Nasional ini mengaku mencapai puncak merupakan obsesinya mengikuti pendakian Gunung Rinjani. “Dari awal saya sudah berniat untuk bisa menaklukan Puncak Gunung Rinjani,” katanya.

    Biasanya, bila Puncak Gunung Rinjani tidak terserang badai, selain dapat melihat sunrise, para pendaki juga dapat menimati seluruh hamparan pulau lombok nan indah. Para pendaki hari ini memang kurang beruntung.

    Setelah semuanya turun, saya pun berjalan berlahan ikut turun. Saya berharap cuaca cerah dan kabut pun menghilang di sekitar kawasan puncak Rinjani ini. Pasalnya bila kabut menghilang, saya bisa menikmati pemandangan danau Anak Segara dari atas. Harapan saya pun terkabul, kabut pun mengilang. Kekecewaan saya tak yang tak bisa menaklukan puncak Rinjani jadi terobati.

    Danau Anak Segara yang berwarna hijau jelas di depan mata. Begitu juga dengan pemandangan perbukitan arah Sembalun. Oh Indahnya.[]

    15 08 2013 Badai Puncak Rinjani 03 kaka
    Danau Ana Segara.

     

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here