ENCEP SUKONTRA
Kabut masih menyelimuti sebagian Situ Patengan, Rabu (07/09/2016) pagi. Di satu sisi danau Bandung Selatan tersebut, sebuah spanduk membentang bertuliskan “Save Surili” berdampingan dengan tulisan bahasa Sunda “Nyaah ka Surili.”
Tak jauh dari spanduk terdapat kandang besar berisi dua ekor Surili yang bergerak ke sana ke mari. Sepasang primata dengan nama latin Presbytis comate itu diberi nama Lala dan Lili, sesuai nama maskot Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat.
Pagi itu Lala dan Lili menghadapi detik-detik pelepasliarannya di cagar alam Situ Patengan. Pelepasan ini menjadi bagian seremoni PON yang akan dihelat 17 September nanti. Sekitar pukul 07.30 WIB, rombongan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, tiba dengan perahu.
Gubernur yang akrab disapa Aher itu menepi di depan tali yang membentang ke pintu kandang Surili. Aher yang juga Ketua Umum PON XIX/2016 Jawa Barat menarik tali tersebut, pintu kandang pun terbuka.
Tidak lama kemudian si Lala dan Lili keluar kandang menuju pohon rindang. Keduanya sempat mengitari kandang, tampak ragu menuju alam bebas.
Menurut Aher penyelenggaraan PON di Jawa Barat harus bernilai lebih dari sekadar pertandingan olahraga. Pelepasliaran sepasang surili ini adalah bukti salah satu nilai lebih PON di Jawa Barat yakni membawa nilai budaya sekaligus pelestarian alam.
“Momentum PON ini kan tidak semata-mata olahraga. Saat bersamaan, juga harus bernilai budaya, bernilai lingkungan, dan bernilai pelestarian,” kata Aher usai melepasliarkan Lala dan Lili.
Tantangan berikutnya adalah upaya bertahan hidup surili di alam liar. Satwa langka yang menjadi maskot PON XIX/2016 ini masih menjadi hewan buruan. Kini Lala dan Lili telah menjadi penghuni baru kawasan Cagar Alam Situ Patengan, Kabupaten Bandung. Dengan keterlibatan masyarakat sekitar, masa depan Lala dan Lili kemungkinan besar akan baik.
Lala dan Lili Lahir di Inggris
Sigit Ibrahim, Koordinator pengasuh satwa dari Pusat Rehabilitasi Aspinall Foundation, menyebutkan Lili dan Lala merupakan Surili jantan dan betina yang didatangkan dari Inggris. Lala adalah surili betina berusia empat tahun dan Lili surili jantan berusia tiga tahun.
“Keduanya hasil hasil anakan yang kemudian dikembalikan ke Indonesia,” kata Sigit Ibrahim, disela pelepasliaran Lili dan Lala.
Pasangan Lala dan Lili menjadi surili pertama yang dilepasliarkan di hutan Situ Patengan. Di cagar alam seluas 85 hektar ini sebelumnya sudah dihuni bangsa monyet liar, yakni 6 kelompok surili dan sekumpulan Lutung jawa.
Pelepasliaran Lili dan Lala diharapkan makin menambah populasi surili yang terancam punah. Sebelum pelepasliaran, Lili dan Lala sempat menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Aspinall Foundation di kawasan Gunung Patuha, Ciwidey, Kabupaten Bandung, selama sembilan bulan.
Rehabilitasi untuk menumbuhkan insting atau prilaku liar surili yang sangat penting untuk bisa bertahan hidup di alam liar. Di masa rehabilitasi juga ditanamkan pola makan yang baik bagi surili. Suliri adalah hewan pemakan pucuk daun dan buah-buahan.
“Kita juga sudah memastikan Lala dan Lili memiliki kesehatan yang bagus, bebas dari penyakit dan virus, maka bisa dilepasliarkan,” kata Sigit Ibrahim.
Pihaknya juga sudah melakukan studi kelayakan di Cagar Alam Patengan. Studi meliputi kesediaan makanan, dukungan masyarakat, interaksi antar primata liar yang sudah ada, dan lain-lain.
Menurutnya, dukungan masyarakat penting bagi keberlangsungan hidup surili. Di sisi lain, Cagar Alam Patengan berdampingan dengan Taman Wisata Alam (TWA) Patengan seluas 68 hektar yang selalu dikunjungi wisatawan.
Sehingga keberadaan cagar alam yang dilindungi diharapkan menjadi edukasi bagi masyarakat, termasuk menanamkan pentingnya melindungi surili.
“Jadi di sini ada Cagar Alam, ada TWA yang kemudian ada orang banyak yang datang di kawasan ini, sehingga cukup bagus untuk mengedukasi orang, untuk peduli dengan kelestarian surili,” kata Sigit Ibrahim.
Pelepasliaran primata khas (endemic) Jawa Barat itu hasil kerja sama The Aspinall Foundation dengan Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional (PB PON) XIX/2016 Jawa Barat, dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
Cagar Alam Patengan merupakan hutan konservasi di bawah pengawasan BBKSDA Jabar. Silvana Ratina, Kepala BBKSDA Jabar, menambahkan setelah pelepasliaran itu pihaknya turut memonitoring perkembangan surili.
Monitoring akan dilakukan tim beranggotakan sembilan orang yang bekerja sama dengan The Aspinall Foundation. Silvana Ratina menyebutkan, keberadaan surili tersebar di 30 cagar alam yang ada di Jawa Barat. []