More

    Ngabuburit Sambil Mengenang Kongres Sarekat Islam di Alun-alun Bandung

    Alun-alun Bandung menjadi salah satu lokasi favorit ngabuburit, tradisi mengisi waktu puasa. Selain letaknya yang strategis karena di jantung kota, alun-alun juga memiliki nilai historis yang tinggi. Di sinilah ratusan ribu orang menghadiri kongres Sarekat Islam.

    Alun-alun Bandung. FOTO : IMAN HERDIANA

    Ngomong-ngomong soal histori, Alun-alun Bandung pernah menjadi lokasi kongres organisasi Islam legendaris yakni Sarekat Islam. Kongresnya berskala nasional, digelar 17-24 Juni 1916, ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Hal itu diungkap ahli sejarah Bandung, M Rizky Wiryawan. Tentu saja waktu itu negeri ini belum merdeka karena masih dijajah Belanda.

    “Peserta kongresnya besar, ada 80 utusan SI se-nusantara yang waktu itu anggotanya mencapai 360 ribu,” ungkap Rizky Wiryawan, saat berbincang dengan KabarKampus.com, baru-baru ini.

    - Advertisement -

    Namun sayang, sambung pegiat komunitas pecinta sejarah Aleut yang juga penulis buku “Okultisme di Bandoeng Doeloe: Menelusuri Jejak Gerakan Freemasonry di Bandung”ini, hajat besar SI itu tampaknya tak ada yang mendokumentasikan.

    “Padahal kongresnya 7 hari 7 malam,” ujarnya.

    Meski demikian, perhelatan akbar itu dicatat buku-buku sejarah. Rizky Wiryawan menyebutkan, tokoh pergerakan nasional yang mengisi kongres juga bukan orang sembarangan. Ada pemimpin SI, yakni HOS Tjokroaminoto, dan pemimpin SI Cabang Bandung, Abdul Muis.

    Kedua tokoh tersebut namanya diabadikan menjadi nama jalan di Bandung. “Jadi lokasi kongres terbuka, di Alun-alun Bandung,” ucapnya.

    Amanat kongres SI waktu itu adalah pembentukan tentara rakyat atau milisi. Menurut Rizky Wiryawan , kebutuhan pemebentukan milisi masa itu mendesak. Sebab, tentara yang ada hanya sebatas orang-orang Eropa atau KNIL. Nah, SI menuntut rakyat mendapatkan pelatihan militer.

    Para elit SI juga sudah membaca peta konstelasi perang dunia di mana Jepang sudah mulai aktif melebarkan kekuasannya. Namun, pemerintah Kolonial Belanda berpandangan bahwa Jepang takkan menyerang Hindia Belanda, sebab dalam sengketa dunia Belanda merasa netral.

    “Belanda telat antisipasinya, telalu pede dan merasa tak akan diserang Jepang,” ujar Rizky Wiryawan.

    Selain kongres terbuka di Alun-alun Bandung, menurut Rizky Wiryawan, SI juga menggelar rapat tertutup. Rapat digelar di Societeit Concordia yang hingga kini masih berdiri megah di Jalan Asia-Afrika. Ya, Societeit Concordia sama dengan Gedung Merdeka.

    So, jika ngabuburit di kawasan Alun-alun Bandung, bisa mampir juga ke Gedung Merdeka yang menjadi saksi bisu berbagai perhelatan berskala internasional itu.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here