More

    Sinisme Rocky Gerung dan Hoax Saracen

    “Lebih baik diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikan,” ujar Soe Hok Gie aktivis gerakan mahasiswa 1966.

    Ilustrasi / socialistalternative.org

    Tentu Rocky Gerung bukan Soe Hok Gie, kendati keduanya penikmat alam bebas. Setiap akhir pekan Gie biasa naik gunung, hingga di kaki gunung Semeru Soe Hok Gie menghirup gas beracun menemui ajal.

    Tetapi Rocky Gerung ada di zaman yang menurut Alvin Toffler gelombang peradaban ketiga. Fase yang ditandai perayaan kemajuan teknologi. Kini nyaris semua aspek kehidupan tidak bisa lepas dari determinasi teknologi informasi. Bahkan deras informasi membawa kita terasa sulit membedakan antara kebenaran dengan kebohongan.

    - Advertisement -

    Persis di sini, memahami pijakan berpikir (state of mind) seorang Rocky Gerung.

    Hoax atau berita bohong mungkin penumpang gelap memanfaatkan kemajuan teknologi. Karena itu, bagi Rocky hanya akal sehat yang bisa melawan berita bohong. Pernyataannya di acara ILC tv swasta bahwa berita bohong penyeimbang informasi arus utama (mainstream), dimaksudkan agar kita selalu menguji kebenaran sebuah berita. Meski berita datang dari pihak pemerintah sekalipun. Bukankah warga negara aktif harus merawat sikap kritis atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

    Sialnya suasana politik memang seakan-akan terbelah dua, mereka para pendukung pemerintah (lovers) versus pengkritik pemerintah (haters). Terkunci ruang publik yang memberi pikiran-pikiran alternatif. Tidak aneh kemudian se-obyektif apapun kritik Rocky Gerung disejajarkan bersama Jonru Ginting.

    Pembelahan entitas politik ini sebenarnya sangat berbahaya. Bukan saja tampak pemerintah menjadi antikritik, dan diam-diam menstimulus penguatan sentimen antar kelompok. Jika demikian, apa bedanya pemerintahan sekarang dengan era totaliter demokrasi terpimpin orla dan demokrasi pancasila orba?

    Tahun lalu kita terperangah, ketika Panama Papers membongkar kerakusan pengemplang pajak. Sederet nama individu dan perusahaan ternyata banyak orang Indonesia tercatat di firma hukum Mossack Fonseca. Tak ayal Panama Papers dianggap berita bohong diragukan kebenarannya. Contoh lain menjelang Proklamasi Kemerdekaan 1945, Bung Karno menilai Sutan Sjahrir menyampaikan berita bohong. Padahal informasi kekalahan Jepang oleh Sekutu adalah fakta.

    (redaksi menautkan dua rekaman video saat Prof. Rocky Gerung menyampaikan gagasan (kritik) di televisi sebagai bahan referensi kepada pembaca.)

    Itulah konteks Rocky Gerung memaknai polemik Hoax Saracen. Ia pasti setuju Saracen diproses secara hukum kalau benar terbukti menyebarkan berita bohong. Namun melampaui prosedur legalistik formal dan segala bentuk indroktinasi kita memiliki alat uji paling ampuh, yakni IQ (Intelligence Quotient). IQ dalam arti luas lingkup kecerdasan paling subtil sebagai manusia berakal. Tidak sekadar kelihaian mencari momentum bekal Pemilu 2019.

    Kejernihan akal membuat kita sukar dikelabui berita bohong dan tetap berpegang pada kebenaran hakiki. Bukan kebenaran yang sengaja dipabrikasi untuk mengaburkan persoalan-persoalan besar lain. Berita bohong ibarat iblis menjijikan, dan muskil kita mampu melenyapkannya. Justru, dengan kenyataan itu berita bohong menguji daya tahan keyakinan argumen atau kita terperosok lebih jauh ke jurang sentimen.

    Terakhir saya meyakini, Rocky Gerung berbeda dengan sinisme Soe Hok Gie mengirimkan lipstik kepada kawan-kawan seperjuangan di parlemen. Rocky juga bukan pengikut sofisme seperti tuduhan kaum munafik. Gaya satire-nya cuma mengingatkan, sepanjang kekuasaan abai terhadap nilai-nilai republikanisme ia tak akan goyah melakukan konfrontasi. []

    Penulis: Budiana, Kolumnis kabarkampus.com

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here