More

    Tantangan Generasi Millennial di Dunia Industri

    Wie Tjung Sudarma, HCGS Division Head Auto 2000

    BANDUNG, KabarKampus – Dalam 20 tahun terakhir, rekruitmen karyawan telah mengalami pergeseran. Saat ini perusahaan mengalami kesulitan dalam mencari karyawan yang mau bekerja keras.

    Bila dahulu sangat banyak karyawan yang mau digaji minimal, tidak didengarkan keluhannya, mau diminta pulang sore, dan karir yang tidak diperhatikan. Namun sekarang tidak mudah mencari keryawan model tersebut.

    Hal ini disampaikan Wie Tjung, HCGS Division Head PT Astra Internasional TBK, dalam seminar “career advocacy” yang digelar Ikatan Alumni Universitas Fakultas Hukum Unpar. Seminar ini digelar di Gedung Rektorat Unpar, Bandung, Jumat, (23/02/2018).

    - Advertisement -

    “Waktu pertama kali saya masuk Astra, masih mudah mencari karyawan yang kami minta untuk bekerja keras. Kalau sekarang bila saya mendapatkan anak baru, kemudian baru masuk satu minggu atau satu bulan, bosnya kemudian marah, bisa jadi anaknya ngga datang lagi,” kata Wie Tjung yang telah menangani rekruitmen pegawai di Astra lebih dari 20 tahun ini.

    Selain itu Wie Tjung mencontohkan, banyak diantara mereka dalam mencari pekerjaan, harus memiliki “Me Time”. Seperti dia harus memiliki waktu dengan teman-teman, klubing dan sebagainya.

    “Dan ujung-ujungnya, mereka menginginkan life balance. Padahal sebagai, karyawan yang baru lulus, mengerjakan yang minimal saja, dalam waktu 15 jam belum tentu selesai. Karena banyak yang harus dikerjakan,” tambahnya.

    Kondisi seperti ini, kata Wie Tjung, terbentuk karena lingkungan yang serba cepat dan serba mudah. Sehingga mereka tidak terlalu tahan banting.

    Salah satu faktornya, menurut Wie Tjung adalah anak-anak zaman sekarang dibesarkan dari keluaga positif psikologi. Tidak ada orang tua yang mau memarahi anaknya karena nilai mereka jeblok.

    “Paling orang tua bilang bilang ‘sudahlah Dek atau Kak, Papa ngerti, kamu saat itu sendang cape, besok coba lagi ya’. Tujuannya agar kepercayaan dirinya naik. Namun itu membuat mereka tidak pernah belajar dari kegagalan,” ungkap lulusan Psikologi Universitas Indonesia ini.

    Belum lagi, kata Wie Tjung, anak-anak tersebut besar dalam lingkungan yang mudah atau orang tuanya mampu secara ekonomi. Orang-orang tua yang tidak pernah menolak permintaan anaknya.

    Kebiasaan seperti ini, ungkap Wie Tjung dibangun selama 19 tahun. Sementara kampus juga tidak mampu mengubah kepribadian mereka, karena selama di kampus interaksi dengan dosen berlangsung tidak lama.

    Padahal tambah Wie Tjung, dalam dunia kerja menuntut hal yang berbeda dari mereka. Salah satunya dalam dunia sales, tidak ada kata ‘tidak bisa’. Kata yang ada adalah “oke pak siap” alias tangkap dulu peluangnya, nanti di jalan baru mikir.

    “Mereka tidak pernah dikasih kesempatan belajar seperti itu,” jelas Wie Tjung.

    Selain itu ungkap Wie Tjung, dunia industri atau dunia kerja selalu menuntut perubahan. Seperti perubahan dalam dunia rekruitmen. Dahulu orang yang bekerja di HRD disebut sebagai personalia, karena dia kerjanya bersifat administratif, memanage personal, seperti menghitung absen, bayar obat, dan sebagainya.

    Kemudian dunia rekruitmen berubah menjadi human resources, karena orang dianggap sebagai bahan produksi, seperti finance, material, dan sebagainya. Itulah kenapa sekarang ada produk yang lebih unggul, meskipun secara spek tidak beda jauh.

    “Itulah kenapa Auto 2000 bisa menguasai pasar dibandingkan yang lain. Itu karena kualitas orang-orangnya yang beda,” terangnya.

    Jadi menurutnya, sekarang ini orang sudah menjadi kapital. Perusahan pun mencari orang-orang yang bisa dijadikan sebagai kapital.

    “Bila mahasiswa tidak bisa memenuhi spek yang diminta organisasi, mereka tidak akan menjadi apa apa,” jelas Wie Tjung.[]

     

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here