More

    Pasang Surut Gerakan Sosial di Kampung Penyamaran Terakhir Tan Malaka

    Ilustrasi Tan Malaka. Dok. Harry Poeze

    Bayah merupakan sebuah kampung terpencil yang berada di bagian selatan Provinsi Banten. Bayah menjadi kampung bersejarah di Indonesia karena menjadi kampung terakhir dalam gerilya dengan penyamaran yang dilakukan oleh Sang Bapak Republik: Tan Malaka. Penyamaran terakhir Tan Malaka sebagai Ilyas Hussein di Bayah dilakukan antara tahun 1943-1945, meskipun singkat atau tidak terlalu lama, namun mewariskan sebuah semangat perjuangan yang seharusnya memberi semangat juga bagi seluruh masyarakat Bayah dan siapapun. Warisan terpenting Ilyah Hussein atau Tan Malaka adalah pemikirannya yang luas biasa dan semangat perjuangannya untuk segenap Revolusi Sosial yang harus terjadi.

    Selama di Bayah, Ilyas Hussein bekerja di Tambang Arang, mendapat pekerjaan yang sedikit lebih tinggi dari Romusha biasa. Pekerjaannya menjadi pengurus semua Romusha dan penduduk Bayah dan sekitarnya. Ilyas Hussein mengurus makanan, kesehatan, pulang pergi, dan sakit matinya Romusha yang mencapai ribuan orang, dengan perantaraan Kantor Urusan Prajurit Pekerja (Malaka: 2008).

    Dari beberapa literasi, Bayah menjadi sangat menarik karena berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Pada masa penjajahan Jepang atau disebut sebagai Zaman Romusha, dan Tan Malaka ada dalam gejolak itu. Ribuan bahkan lebih rakyat mati dengan sia-sia pada masa itu, pada proses pembangunan rel kereta api Bayah – Saketi yang dibangun oleh Jepang untuk mengangkut arang yang ada di Bayah. Dari sejarah ini diketahui bahwa sejak dulu Bayah mempunyai kisah kelam luar biasa, dengan berbagai bentuk penjajahan yang terjadi di sana. Zaman penjajahan Jepang menjadi refleksi yang luar biasa agar menjadi catatan, dan di kemudian hari tidak terjadi “penjajahan” yang sama dalam bentuk berbeda.

    - Advertisement -

    Berbagai Aksi Protes Di Bayah Kekinian

    Di Bayah kekinian, ada aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan aktvitas perusahaan. Aktivitas tersebut diantaranya telah memanfaatkan jalan umum untuk kepentingan perusuhaan. Dalam aksi tersebut, warga memblokir ruas jalan yang tidak jauh dari lokasi di mana perusahaan beroperasi. Aksi yang dilakukan oleh masyarakat ini sebagai bentuk protes kepada pihak perusahaan, atas kerusakan jalan umum yang dilalui kendaraan overtonase milik perusahaan.

    Selain pengguna jalan yang terganggu oleh aktvitas yang dilakukan perusahaan, ada aksi protes yang dilakukan oleh para nelayan Bayah yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Bayah (HNB). Para nelayan menuntut janji kompensasi yang akan diberikan oleh perusahaan. Janji yang tak kunjung ditepati oleh perusahaan kepada nelayan, seperti bantuan jaring, pembuatan tambatan, dan penggantian kapal yang rusak akibat pembangunan dermaga oleh pihak perusahaan. Sebab dampak pembangunan itu tidak hanya berlangsung di darat, tapi juga di air. Pembangunan di dermaga dan sekitarnya oleh perusahaan memberi dampak negarif yang mengganggu aktvitas para nelayan.

    Aksi protes berikutnya adalah ketika seorang warga di Bayah mengadukan pihak perusahaan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebak dan pihak kepolisian. Pengaduan ini dilakukan karena dirinya mengaku dirugikan oleh aktivitas perusahaan tersebut. Ia mengatakan pihak perusahaan telah merusak enam mata air yang ada di beberapa lokasi wilayah tersebut. Kerusakan enam mata air tersebut secara tidak langsung berdampak pada usaha pencucian mobil miliknya yang terpaksa harus gulung tikar. Rusaknya enam mata air berdampak pada hilangnya mata air yang dibutuhkan untuk menjalankan usahanya. Selain usaha cuci mobilnya bangkrut, banyak ikan yang dipeliharanya di dalam tambak mati akibat teraliri oleh limbah perusahaan.

    Berbagai aksi protes telah muncul sebagai respon terhadap kerugian secara kenyamanan hidup, kerugian ekonomi, dan kerusakan lingkungan sekitar akibat dari berbagai bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Selain aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat, ada aksi protes yang dilakukan oleh elit desa yaitu para kepala desa di Kecamatan Bayah yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Bayah. Dalam aksi protes tersebut dikabarkan ada 10 ribu warga turun aksi yang dimotori oleh 11 Kepala Desa di Kecamatan Bayah. Aksi protes besar itu merupakan akibat dari kurang pedulinya pihak perusahaan kepada warga yang ada di wilayah Kecamatan Bayah. Beberapa yang dikeluhkan yakni terkait corporate social responsibility (CSR) atau pertanggungjawaban sosial perusahaan berupa bantuan pembangunan sarana keagamaan khususnya peribadatan, bantuan pembangunan infrastruktur jalan lingkungan, bantuan untuk kesehatan, dan bantuan terhadap korban terdampak akibat aktivitas pabrik.

    Kini di Bayah sedang ada pembangunan pabrik semen, ada dampak positif juga negatif khususnya bagi masyakarat setempat. Berbagai aksi protes yang merupakan bagian dari gerakan sosial telah lahir dari akar rumput sampai elit desa sebagai bentuk respon dan kepedulian pada keadaan sekitar. Terutama untuk merespon kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang disebabkan oleh pembangunan pabrik semen. Kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan ini terbukti telah menggangu ketentraman masyarakat karena kegiatan yang dilakukan tersebut terutama tidak ramah lingkungan.

    Aksi protes sebagai bagian dari gerakan sosial lahir dengan banyaknya problematika yang lahir akibat dari aktivitas pembangunan: eksploitasi sumber daya alam, program CSR yang tidak jelas peruntukannya, perusakan jalan umum akibat beban truk perusahaan melebihi kapasitas yang bisa ditanggung jalan, juga persoalan lingkungan yang lainnya. Kemudian lahirlah gerakan yang dilakukan masyarakat dengan turun aksi ke jalan dengan berbagai tuntutan yang menjadi keinginan masyarakat sekitar. Respon masyarakat inilah yang kemudian seharusnya melahirkan gerakan sosial, hanya saja gerakan ini tidak massif dan hanya temporer saja. Hal tersebut menjadi menarik untuk mendiskusikan persoalan gerakan sosial di Bayah kekinian.

    Aksi Protes sebagai Gerakan Sosial dalam Politik Perseteruan

    Gerakan sosial -termasuk gerakan sosial pedesaan- pada hakekatnya adalah sebuah rangkaian peristiwa politik, atau secara sederhana  disebut sebagai “peristiwa politik” (a matter of politics) (Tilly dalam Bachriadi, 2012: 9). Hubungan yang kuat antara gerakan sosial dan politik dapat ditemukan paling tidak dalam dua hal berikut: pertama, adanya konsekuensi-konsekuensi politik dari kemunculan gerakan sosial, termasuk kemungkinan-kemungkinan perubahan dalam struktur atau sistem politik, serta relasi-relasi diantara para pelaku politik. Dan kedua, terjadinya relasi politik diantara para aktor dan peserta atau pengikut kelompok gerakan yang kemudian mewarnai dinamika internal kelompok tersebut secara keseluruhan.

    Sebagai sebuah politik McAdam, Tarrow, dan Tilly (2001) juga Tilly dan Tarrow (2007) menempatkan gerakan sosial sebagai salah satu bentuk “politik perseturuan” (contentious politics). Menurut mereka politik perseturuan adalah politik yang “bersifat episodik”, publik, dimana terjadi interaksi kolektif diantara para pemrakarsa tuntutan/klaim dengan pihak yang menjadi sasaran mereka dengan kondisi, paling tidak ada satu pemerintahan yang menjadi bagian dari objek atau sasaran atau klaim yang dikemukakan, dan klaim-kalim atau tunturan tersebut jika direalisasi dapat berimbas pada kepentingan salah satu pihak yang dituntut (McAdam, Tarrow, dan Tilly, 2001: 5).

    Membangun Gerakan Sosial di Bayah Kekinian?

    Dalam gerakan sosial pada hakikatnya terjadi pertukaran kepentingan baik secara individu atau kelompok, ini mutlak terjadi dalam gerakan sosial dan tentu berdampak pada gerakan sosial tersebut, ada yang diuntungkan tentu juga ada yang dirugikan. Pasang surut aksi protes sebagai gerakan sosial di Bayah menandakan bahwa ada pertukaran kepentingan antar individu juga kelompok. Gerakan sosial yang tidak massif lahir dari kepentingan perseorangan yang dilimpahkan kepada kelompok, sehingga akhirnya lahirlah gerakan sosial. Aktor ini menggerakkan masyarakat, namun di satu sisi bersembunyi dalam kelompok yang mempunyai tujuan bersama. Dalam menyikapi gerakan sosial yang tidak massif, juga dikarenakan persoalan logistik yang tidak mencukupi pada setiap gerakan.

    Kemungkin yang lain adalah kelompok masyarakat yang tidak mengetahui hakikat dari gerakan sosial yang sesungguhnya, mulai dari bagaimana cara melihat peluang politik, melihat pertempuran kepentingan di dalam kelompok, strategi, juga bagaimana gerakan sosial yang seharusnya dilakukan. Gerakan sosial yang tidak massif bisa juga karena masyarakat mendapati “pemanfaatan” kepentingan individu terhadap gerakan sosial tersebut, sehingga muncul kejenuhan atau kebosanan dan kapok untuk melakukan gerakan sosial kembali. Alasannya karena sudah terjerumus ke dalam jurang kepentingan orang lain, dan bukan kepentingan kelompok.

    Melihat Bayah kekininian juga harus melihat sejarahnya yang pernah disinggahi pendiri bangsa yang sangat luar biasa. Penyamaran terakhir Tan Malaka di Banten Selatan atau tepatnya di Bayah sebagaimana diceritakan di awal tulisan. Pada saat itu, Tan Malaka membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengorganisir para Romusha melawan penjajah. Mulai dari perbaikan tarap hidup sampai dengan munculnya perlawanan-perlawanan kecil Romusha. Ini menandakan bahwa, perubahan sosial akan terjadi seiring semangat masih menggelora, dan hakikat sesungguhnya tidak akan terjadi bila dilakukan tidak massif dan persiapan yang tidak matang untuk melakukan gerakan sosial. Gerakan sosial harus mampu menyentuh berbagai kepentingan bersama yang menjadi landasan utama, dan pada akhirnya gerakan sosial ini tidak dimanfaatkan oleh individu atau sebagian kelompok yang lain.

    *Pengurus Koordinator Keluarga Mahasiswa Lebak (KUMALA),

    Penulis: Try Adhi Bangsawan, anggota Geostrategy Study Club (GSC), mahasiswa Ilmu Politik PSS UNPAD.

    Sumber Bacaan:

    Bachriadi Dianto, Dari Lokal Ke Nasional Kembali Ke Lokal. Bandung: ARC Books, 2012.

    Isnaeni F. Hendri, Penyamaran Terakhir Tan Malaka di Banten Selatan 1943-1945. Jakarta: Penerbit MAS, 2009.

    Malaka Tan, MADILOG (Matrealisme, Dialektika dan Logika). Jakarta: LPPM Tan Malaka, cetakan kedua, 2008.

    https://titiknol.co.id/peristiwa/pekan-depan-10-ribu-warga-bayah-akan-demo-pt-cemindo/

    https://titiknol.co.id/peristiwa/camat-bayah-disebut-pemicu-demo-11-kades-dan-warga-ke-pt-cemindo/

    https://titiknol.co.id/peristiwa/warga-bayah-resah-lagi-kedatangan-tka-ke-pt-cemindo-terus-disorot/

    https://titiknol.co.id/peristiwa/tuntut-keadilan-warga-bayah-adukan-pt-cemindo-gemilang-ke-kapolri/

    https://titiknol.co.id/peristiwa/gunakan-perahu-nelayan-bayah-demo-di-dermaga-pt-cemindo-gemilang/

    https://titiknol.co.id/peristiwa/demo-pabrik-semen-warga-di-bayah-blokir-jalan/

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here