More

    Pembagian Kerja Berdasarkan Gender yang Tidak Perlu Diperdebatkan

    Ilustrasi

    Berdiskusi tentang kasus pelecehan perempuan dengan serius, langsung dilabeli feminis. Pergi  berdemo memperjuangkan hak-hak perempuan, dicap feminis. Bahkan pas kamu sudah melampaui usia 25 tahun dan belum ada niat buat menikah, ada saja yang menuduh feminis. Padahal menikah atau belum itu urusan yang bersifat privasi. Betul?

    Kata feminis mungkin terdengar familiar, tapi apakah kamu tahu sejarahnya? Paham ini berangkat dari barat, tepatnya di bagian Eropa. Pada abad pertengahan, gereja jadi pusat segala kebijakan yang berlaku di Eropa. Sayangnya, beberapa diantaranya mempunyai kesan menyudutkan perempuan. Misalnya, wanita disebut sebagai sumber dari segala dosa dan dianggap jadi dalang dari penjerumusan laki-laki ke dalam neraka.

    Setelah reformasi, hanya kebijakan terhadap perempuan yang tidak mengalami perubahan yang signifikan. Alhasil, para kaum hawa ini bersatu untuk memperjuangkan hak-haknya. Bagaimana tidak, saat itu perempuan diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. Misalkan, perempuan dituduh sebagai penyihir yang harus dibasmi.

    Cerita di masa lampau yang kelam ini menjadi cikal bakal kemunculan gerakan-gerakan perempuan di masa mendatang. Gerakan tersebut secara garis besar menuntut hak kesetaraan dengan laki-laki, atau yang biasa kita sebut dengan istilah feminism akhir-akhir ini.

    - Advertisement -

    Seiring perubahan zaman, fokus gerakan feminis pun ikut berkembang. Tidak melulu membicarakan tentang kesetaraan tapi juga kebebasan. Seperti yang diutarakan oleh Mary Wollstonecraft dalam tulisannyayang berjudul ”Vindication of the Rights of Women”. Dia menjelaskan bahwa ketergantungan secara ekonomi kepada laki-laki dan hal-hal yang membuat perempuan tersudutkan menyebabkan kerusakan psikologis dan ekonomi pada perempuan.

    Kita semua tahu, sosok laki-laki memang sering diutamakan dalam memimpin segala hal. Pengambilan keputusan pun otomatis ada pada mereka. Hal inilah yang memantik kesadaran perempuan akan hak-haknya yang terbelenggu.

    Beberapa contoh datang dari berbagai macam budaya. Misalnya para perempuan di Arab dilarang untuk menyetir mobil, hanya laki-laki saja yang diperbolehkan. Mereka memperjuangkan haknya untuk menyetir mobil supaya lebih mempermudah aktivitasnya tanpa bergantung dengan orang lain. Terdengar sepele buat kamu, yang diperbolehkan menyetir karena negaramu mengizinkan.

    Sekarang coba kita lihat kasus yang terjadi di tanah air. Walaupun sudah perlakuan terhadap perempuan tidak sejahiliyah dulu, tapi masih bermunculan kasus-kasus yang menyudutkan perempuan. Seperti pada saat terjadi kasus pemerkosaan, pernyataan yang selalu di pukul rata adalah “Makannya, perempuan itu gak baik keluar malam.” Padahal faktornya bukan hanya itu saja yang tidak memungkinkan semua orang mengetahuinya.

    Sangat wajar, saat ada orang yang ingin sama-sama membantu sesama ketika sedang dalam kesusahan. Seperti yang dilakukan para feminis, memperjuangkan hal-hal yang berkaitan dengan ketidakadilan terhadap perempuan. Sungguh, aktivitas yang menjunjung tinggi kemanusiaan itu patut dipertahankan. Siapalagi yang akan memanusiakan manusia selain manusia itu sendiri bukan?

    Hanya saja, semakin kesini topik-topik yang diangkat keranah feminisme  semakin membuat kita mengernyitkan dahi. Protes terhadap pembagian peran antar gender jadi yang paling lantang disuarakan. Perempuan memasak di rumah dan laki-laki bekerja dianggap menjadi salah satu faktor perempuan memiliki strata yang lebih rendah. Pertanyaannya adalah apakah memasak di dapur adalah suatu kegiatan yang rendahan? Atau lebih dari itu, apa pembagian kerja berdasarkan ‘gender’ pekerjaan memiliki tujuan untuk merendahkan?

    Bagi sebagian orang, perkara pembagian kerja ini tidak ada pengaruhnya. Yang jadi masalah, kalau kita hanya sibuk protes terhadap hal-hal yang seharusnya bisa dibuat sederhana. Sebaliknya, kita juga harus bisa memilah mana isu yang patut diperjuangkan dan mana yang tidak. Seperti diskriminasi terhadap perempuan, bukan perkara google translate yang menerjemahkan dia memasak dan dia bekerja menjadi she cooks and he works.

    Ilustrasi / gambar : Kelly Reemtsen

    Betty Friedan, seorang tokoh feminisme liberal asal Amerika pernah mengkritisi para feminis di tahun 1980 yang menjunjung konsep wanita super. Dimana perempuan itu harus berusaha menjadi ibu yang baik sekaligus wanita karir penuh waktu yang sukses. Mengutip dari buku Feminist Thought karya Rosemarie Putnam Tong, Friedan berfikir bahwa feminis di tahun 1980 ini perlu berhenti mencoba melakukan segalanya dan menjadi semuanya.

    Artinya, bagi perempuan yang sudah berkeluarga, memilih mengabdikan diri di rumah atau berkarir dengan sedikit kontribusi dalam urusan rumah tangga bukan menjadi masalah besar. Asal kedua belah pihak menjalankan tanggung jawab bersama, entah bagaimana caranya.

    Kita bisa melihat contoh dari sebuah keluarga kecil yang terdiri dari Andhyta Firselly Utami yang akrab disapa Afu dan suaminya,  Wikan Anantabrata. Mereka senang membagikan pemikirannya lewat video yang disebar melalui kanal Youtube bernama Frame & Sentences.

    Dalam unggahan video berjudul “Enggak Minder Istri Pinter?”- On Educated Woman Wikan sebagai seorang suami menceritakan dia yang lulusan SMA sekarang tinggal di Boston untuk menemani istrinya, Afu yang sedang menempuh pendidikan S2. Ditambah, penghasilan Afu lebih besar dari Wikan. Lantas, apakah Wikan jadi merasa minder? Jawabannya tentu saja tidak.

    Wikan lebih berfokus kepada hal-hal positif apa yang bisa dia dapat dari kondisi tersebut dan tidak lupa berusaha melengkapi kekosongan yang ada di diri pasangannya.Contoh paling sederhana, saat istrinya menolak untuk dibantu mengangkat barang belanjaan, Wikan pun membiarkannya dan berinisiatif membukakan pintu rumah. Alhasil, keduanya pun memiliki fungsi masing-masing dan mampu bekerja sama agar hidup mereka bergerak maju. Bukan sibuk membagi tugas yang sesuai dengan gendernya. Mau wanita atau laki-laki yang memasak di rumah, tidak menimbulkan dampak yang berarti.

    Seyogyanya, kita harus membuka pemikiran kita lebih luas lagi. Jangan sampai ada kata anti terhadap feminisme tapi tidak dibenarkan juga jika terlalu berlebihan dalam memperjuangkannya. Perlu kamu tahu, pemikiran feminisme tidak hanya yang liberal saja. Masih ada beberapa yang menarik untuk dipelajari.

    Nah, sekarang dikembalikan lagi, sebenarnya apa sih feminisme menurut kamu?[]

    Penulis: Rifka Silmia Salsabila, anggota Geostrategy Study Club (GSC).

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here