More

    “Lockdown” Belajar dari “Nyepi”

    Oleh : Eka Dharmayudha

    Ilustrasi hutan bali / freepik

    Penyebaran virus corona (Covid-19) sudah semakin masif di Indonesia. Dorongan agar pemerintah melakukan lockdown dari berbagai kalangan semakin gencar digaungkan.

    - Advertisement -

    Namun Presiden Joko Widodo melalui akun media sosialnya mengaku, telah mengkaji kebijakan lockdown di berbagai negara. Ia menyebut kebijakan itu tidak cocok diterapkan di Indonesia.

    Ini tentu menjadi pertanyaan besar masyarakat Indonesia, apakah keputusan Presiden Jokowi tersebut atas pertimbangan keadaan masyarakat atau hanya pertimbangan keadaan nasional?

    Melihat hal itu, bangsa Indonesia sebenarnya memiliki pengetahuan peradaban yang cukup tinggi. Ini ditandai dengan beragamnya kultur dan budaya masyarakat Indonesia. Dari ribuan kebudayaan tersebut, Nyepi bisa menjadi salah satu contoh yang paling relevan dengan keadaan hari ini. Disaat masyarakat Indonesia gelisah kebiasaan sehari-harinya terhenti, umat Hindu di Indonesia telah bertahun-tahun “berhenti” (selama sehari penuh) dari kebiasaan sehari-harinya.

    Lalu apa yang bisa menjadi pelajaran dari perayaan Nyepi di Indonesia dengan kebijakan Lockdown?

    Menanamkan Makna

    Perubahan perilaku yang mendadak tentu akan mengagetkan semua orang. Tentu ini yang menjadi kendala dalam pelaksanaan social distancing maupun lockdown di Indonesia. Pemerintah berkali-kali dibuat geram karena masyarakat Indonesia “nakal” dalam menjalankan himbauan tersebut. Bahkan kini pemerintah mulai mengerahkan aparat keamanan untuk menindak tegas masyarakat yang nakal tersebut.

    Dari Nyepi masyarakat bisa belajar mengenai pentingnya memberikan makna dari yang akan dilakukan. Namun melaksanakan Nyepi tak semudah dibayangkan. Seharian penuh tanpa internet, listrik, makan, atau segala aktivitas lainnya menjadi tantangan tersendiri. Tapi anehnya, umat Hindu, yang tua maupun muda, bisa secara ikhlas dan sadar menjalaninya. Tentu ini merupakan hasil dari penanaman makna kepada mereka yang hendak melakukannya. Sehingga ketika harinya sudah tiba, mereka telah memahami secara utuh nilai-nilai dibalik kegiatan yang mereka lakukan.

    Cara tersebut sebenarnya bisa ditiru oleh pemerintah. Mengatasi penyebaran virus corona membutuhkan partisipasi semua pihak sehingga menanamkan makna dari berdiam di rumah serta anjuran-anjuran lainnya mampu ditangkap dengan seksama oleh seluruh masyarakat Indonesia dan dijalankan dengan penuh kesadaran.

    Gotong Royong Partisipatif

    Tentu semua sudah tahu bahwa sebelum perayaan nyepi ada banyak rangkaian upacara keagamaan. Tentu yang paling diingat adalah pawai ogoh-ogoh. Perayaan ini merupakan simbol sifat buruk yang harus dikalahkan manusia. Nah, tidak banyak yang tahu bahwa ogoh-ogoh dibuat atas kebersamaan antar warga. Warga, baik tua maupun muda, berkumpul untuk merundingkan bentuk, waktu pembuatan, hingga anggaran. Cara ini dilakukan hampir diseluruh banjar di Bali. Partisipasi yang kolaboratif ini menjadi ciri utama pelaksanaan rangkaian upacara Nyepi umat Hindu.

    Bila dikaitkan dengan lockdown, maka hal yang paling bisa dilakukan adalah saling membantu satu dengan lainnya. Sama seperti proses pembuatan ogoh-ogoh, masyarakat berkumpul dan berembug perihal kebutuhan selama lockdown, orang-orang yang bertanggungjawab atas tugas tertentu, hingga memecahkan persoalan anggarannya. Sehingga beban yang bila dipikul sendirian terasa berat menjadi ringan karena dilakukan secara kolektif.

    Bukan Cuma Sekedar Berdiam Diri

    Perayaan Nyepi memiliki makna spiritual yang sulit untuk dijelaskan. Nilai-nilai itu hidup dan tumbuh dalam umat Hindu di Indonesia. Di tengah wabah corona, aktivitas dunia berhenti total. Keadaan kota-kota besar yang menjadi pusat kegiatan negara menjadi hilang. Namun dibalik berhentinya aktivitas manusia tersebut, polusi udara mengalami penurunan yang sangat drastis. China bisa menikmati langit biru yang cerah lengkap dengan burung-burung berterbangan bebas tanpa polusi. Ikan-ikan kembali muncul ke permukaan sungai Venice yang kembali jernih. Ini tentu harus menjadi sebuah refleksi bersama disaat masa lockdown berlangsung.

    Tentu  penanaman nilai seperti umat Hindu yang sudah berlangsung ribuan tahun tidak bisa serta merta langsung diterapkan mengingat virus corona tak datang setiap tahun, namun ini adalah cerminan bagi masyarakat Indonesia bahwa tidak kesia-siaan dalam suatu aktivitas tertentu walau itu berdiam diri sekalipun.

    Perubahan kebiasaan yang mendadak harus bisa disikapi dengan bijak. Memang banyak masyarakat Indonesia kesal dengan lambannya pemerintah Indonesia mengatasi Covid-19. Tetapi ditengah ketakutan atas penyebarannya, setiap peristiwa memberikan makna yang luar biasa tanpa kita sadari. Sehingga tanpa perlu risau melihat sikap-sikap negara di luar sana, marilah sejenak menengok kembali budaya bangsa yang telah ratusan tahun teruji sebagai peradaban yang unggul karena sejatinya bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, tapi bangsa yang hidup dengan identitas aslinya.

    Sebagai penutup, seperti lagu milik Navicula “saat semua semakin cepat, Bali berani berhenti dan menyepi” maka kita pun harus berani berhenti dan menyepi. Bukan untuk pribadi, bukan untuk keluarga, tapi untuk bersama-sama bersolidaritas melawan virus corona.

    *Penulis adalah Anggota Geostrategy Study Club

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here