More

    Vivere Pericoloso

    Budiana Irmawan
    Budiana Irmawan

    Menkumham Yasonna Laoly sahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono, tak pelak Kubu Aburizal Bakri meradang atas keputusan yang dinilainya janggal. Betapa tidak Munas Bali dihadiri 100% pengurus resmi Partai Golkar dianulir oleh Munas Ancol. AD/ART landasan konstitusional internal partai politik menegaskan peserta Munas representasi pengurus tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.

    Logikanya tidak mungkin ada kepengurusan ganda di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Meski kubu Agung Laksono sebelumnya membentuk Presidium Penyelamat Partai Golkar. Namun langkah kubu Agung Laksono tidak direstui Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Artinya, kalaupun ada peserta pengurus resmi Partai Golkar menghadiri Munas Ancol dapat dianggap insubordinasi terhadap Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar di bawah kendali Aburizal Bakri yang masih mempunyai legitimasi.

    Perpecahan Partai Golkar memang dinamika dan urusan internal, tetapi yang menarik persoalan ini selalu ditautkan dengan konteks Pilpres 2014. Partai Golkar masuk Koalisi Merah Putih (KMP) mendukung Prabowo-Hatta dikalahkan Kolisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusung Jokowi-JK. Jokowi bintang terang dalam temaram malam kehidupan politik Indonesia. JK pun berani menjilat ludahnya sendiri bergandengan tangan bersama Jokowi, padahal ia pernah mengatakan, “bisa hancur negeri ini kalau Jokowi menjadi Presiden”. Melalui jalan berliku Jokowi-JK lalu dikukuhkan sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.

    - Advertisement -

    Politik adalah wilayah kepercayaan publik, karenanya etika pijakan mendasar mengambil keputusan politik. Koya Nishikawa Menteri Pertanian Jepang dituduh menerima dana illegal dari perusahaan produsen gula. Kendati secara hukum belum terbukti benar bersalah. Ia mengundurkan diri. Itulah, gambaran seorang pejabat negara yang mengutamakan etika publik.

    Sementara Presiden Jokowi mengusulkan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan yang menyandang status tersangka. Bukan hanya kontroversi pencalonan Komjen Budi Gunawan, eksistensi KPK lembaga extraordinary amanat reformasi sesuai TAP/MPR/XI/1998 de facto sudah lumpuh.

    Pemerintahan Jokowi-JK diam-diam lebih mengoptimalkan Satgasus Kejagung untuk pemberantasan korupsi. Tindakan itu menimbulkan kecurigaan Jokowi sekadar boneka demi mengamankan dan mengkapitalisir kekayaan para oligarki. Wajar belum genap 100 hari berkuasa sang bintang terang mulai meredup.

    Celakanya relawan fanatik Jokowi seakan-akan menutup mata. Perkembangan konstelasi politik masih dilihat dalam kerangka persaingan Pilpres. Sikap kritis kepada Jokowi kerap disalahartikan mewakili kepentingan KMP. Kita pasti ingat pertemuan Jokowi dan Prabowo di Istana Bogor. Justru lewat pertemuan itu Prabowo membuyarkan skenario KIH menekan Jokowi ketika membatalkan pencalonan Kapolri Komjen Budi Gunawan.

    Lebih jauh lagi bukankah kriminalisasi komisioner KPK Abraham Samad dan Bambang Wijayanto antara KIH dan KMP bulat satu suara. Jadi memahami perkembangan konstelasi politik sekarang semata-mata soal KIH versus KMP sudah tidak relevan.

    Termasuk jika memakai kaca mata kuda melihat perpecahan Partai Golkar hanya mengelabui kepentingan tersembunyi di balik persoalan tersebut. Aburizal Bakri di sebuah televisi swasta lantang bahwa dirinya bersama Prabowo mendukung Presiden Jokowi sampai masa akhir jabatan. Ungkapan Aburizal Bakri memberi sinyal ada upaya menjatuhkan Presiden Jokowi, sekaligus menjelaskan ia lebih nyaman dengan Presiden Jokowi. Minimal bagi Aburizal Bakri bailout Lapindo Rp 781 miliar bukti nyata Jokowi bisa diajak kerjasama.

    Sebaliknya kalau Presiden Jokowi berhalangan tetap dan konstitusi memberikan mandat kepada Wapres Jusuf Kalla. Maka Aburizal Bakri bisa kehilangan Partai Golkar dan kemungkinan besar juga bisnis Grup Bakri semakin terpuruk.

    Jokowi memang berada pada posisi dilematis. Entah membiarkan atau ketidaktahuannya beberapa menteri yang notabene lebih patuh kepada pimpinan partai politik melakukan manuver kontraproduktif. Keputusan Menkumham sahkan kepengurusan kubu Agung Laksono, misalnya, mengesankan KIH tambah kuat dengan masuknya Partai Golkar. Tetapi jangan lupa konstelasi politik ini meneguhkan dominasi Jusuf Kalla dan Megawati plus para ketua partai politik KIH. Mengingat peta kekuatan obyektif Jokowi di DPR sangat lemah, kecuali dukungan relawan fanatik.

    Efendi Simbolon anggota DPR Fraksi PDIP semestinya membentengi kebijakan pemerintah eksplisit mendorong pemakzulan Presiden Jokowi. Ketika rezim otoriter orde baru, PDIP simbol demokrasi. Kini pada era reformasi PDIP selalu dilekatkan kepada sosok Megawati. Karena itu, aneh rasanya kelancangan Efendi Simbolon tanpa restu ketua umum. Jatah kursi menteri, ambisi putri mahkota, dan oportunisme Wapres mungkin saja irisan kepentingan yang membuka peluang main mata diantara mereka.

    Frase bahasa Italia Vivere Pericoloso yang dipopulerkan Presiden Pertama Bung Karno. Tepat mendeskripsikan keadaan tahun 2015 penuh pertaruhan yang menyerempet bahaya. Kita menghadapi ancaman krisis ekonomi, dan sisi lain turbulensi politik meruncing. Mengatasi semua itu kita harus segera bangun dari hipnotis politik pencitraan, sebab yang kita lawan bukan KIH atau KMP, melainkan kekuatan oligarki yang sudah bersetubuh dengan partai politik. Hasil riset Jeffrey Winters kekayaan 40 oligarki setara 10% PDB atau sekitar Rp 1000 triliun. Hal ini menunjukan ketimpangan cukup tajam di tengah situasi middle income trap pendapatan perkapita Indonesia cuma US $ 4.000.

    Buat kepentingan oligarki memecah belah partai politik, seperti halnya keputusan Menkumham Yasonna Laoly merupakan hal sepele. Toh sedari awal demokrasi liberal yang kita anut instrumen oligarki menancapkan jejaring pengaruh di tubuh birokrasi dan partai politik. Mayoritas diantara kita larut menikmati permainan itu, dan semakin melupakan makna republik yang digariskan para pendiri bangsa.[]

    Penulis: Budiana, Kolumnis kabarkampus.com

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here