More

    Mahasiswa Bandung Tuntut Kembalikan Hak Tunanetra Wyata Guna

    Mahasiswa bersolidaritas untuk penyandang tunanetra yang terusir dari Wyata Guna. (Iman Herdiana)

    BANDUNG, Kabarkampus – Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung bersolidaritas untuk penyandang disabilitas tunanetra yang terusir dari Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPSDN) Wyata Guna, Jalan Padjadjaran, Bandung, Kamis (16/1/2020).

    Dalam aksi solidaritas ini, mahasiswa membentangkan sejumlah karton bertuliskan tuntutan. Tuntutan dibentangkan di sela jumpa pers warga Wyata Guna yang sudah 3 hari bertahan dan menginap di atas trotoar depan balai BRSPSDN Wyata Guna.

    - Advertisement -

    Tuntutan mereka antara lain, “Kembalikan Hak Tunanetra di Wyata Guna/SLB Seperti Semula”, “Mensos Jangan Kebiri Hak Tunanetra”, “Tolak Permensos 18/2018 di Wyata Guna”, “Hapuskan Permensos 18/2018”, dan lain-lain.

    Secara bergiliran, penyandang tunanetra yang terusir menyampaikan pernyataan sikapnya di hadapan pers dan masyarakat yang turut menyaksikan nasib mereka. Salah satu mahasiswa, Tubagus Abi, yang merupakan mahasiswa sastra Universitas Pasundan (Unpas), menyatakan akar persoalan pengusiran dirinya dan rekan-rekannya karena terbitnya Permensos 18/2018.

    Permensos 18/2018 mengubah status panti Wyata Guna menjadi balai. Dengan perubahan status tersebut, hak tinggal mahasiswa di Wyata Guna jadi terbatas. Mereka yang terusir dianggap telah melampaui izin tinggal di panti yang kini menjadi balai.

    “Permensos 18/2018 mencederai kami, mencabut hak kami yang harusnya dibina dan difasilitasi,” kata Tubagus Abi.

    Pria 22 tahun asal Bekasi tersebut menjelaskan, berdasarkan regulasi sebelumnya yang menyatakan Wyata Guna sebagai panti, pihaknya dan rekan-rekan tunanetra lainnya mendapatkan kepastian pendidikan dari dasar sampai perguruan tinggi dengan tinggal dan mendapat pembinaan dari panti.

    Untuk itu, para penyandang tunanetra menuntut agar regulasi lama diberlakukan kembali. “Kami juga minta bahwa regulasi panti ini sebetulnya telah menaungi kami dari awal mendaftar di sini,” katanya.

    Munculnya permensos membuat pemutusan pelayanan terhadap penyandang tunanetra secara sepihak. Permensos sendiri tidak memberikan solusi bagi nasib para tunanetra yang terusir dalam menjalankan pendidikan. Padahal perjalanan pendidikan mereka beragam, ada yang baru semester awal, ada yang sudah menjalani kuliah selama setengah jalan, ada juga yang lagi menyusun skripsi atau semester akhir.

    Pendapat senada disampaikan Dian, mahasiswa pendidikan sejarah yang baru menginjak semester 3. Menurutnya, pengusiran yang dilakukan BRSPSDN Wyata Guna dilakukan secara sepihak. Padahal Dian mulai masuk Wyata Guna ketika statusnya masih panti, bukan balai.

    Akibat pengusiran tersebut, Dian mengaku kuliahnya terganggu. Sebab selama menempuh pendidikan dengan bantuan panti, ia mendapat bimbingan dan pembinaan.

    “Tunanetra memiliki halangan penglihatan dan ini (tidak adanya bimbingan dan pembinaan) jadi masalah bagi kami. Hak pendidikan kami dicabut,” tandasnya.

    Untuk itu, ia tegas menginginkan Permensos 18/2018 dicabut. Ia juga menuntut pemulihan panti secara nasional. “Sekarang di Indonesia tak ada panti, semuanya menjadi balai. Otomatis masa depan kami jadi buruk,” ujarnya.

    Pengusiran terhadap para penyandang tunanetra terjadi sejak 14 Januari 2020. Saat ini, sudah tiga hari para mahasiswa tunanetra bertahan di atas trotoar. Di sana mereka mendirikan tenda untuk melindungi diri dari panas dan hujan. Mereka bertekad akan terus bertahan hingga tuntutan dipenuhi. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here