More

    Pelecehan Seksual Sampai Cuti Haid Jadi Problem Perempuan Masa Kini

    Jumpa pers Peringatan Hari Perempuan Internasional 2020. (Iman Herdiana)

    BANDUNG, KabarKampus – Hak-hak perempuan di dunia kerja maupun kampus masih terpinggirkan walaupun zaman sudah berubah. Di bidang ketenagakerjaan, masih ada perempuan yang sulit mendapatkan cuti haid. Belum lagi kasus pelecehan seksual yang masih jadi momok menakutkan bagi kaum hawa.

    Gambaran tersebut menunjukkan betapa banyaknya problem yang dihadapi perempuan. Hal ini mendorong Kumpulan Wanoja Ngalawan (Kawan), Bandung, untuk bergerak melakukan konsolidasi dengan menggelar peringatan Hari Perempuan Internasional 2020. Peringatan bertajuk “Bulan Persatuan Perempuan”ini terdiri dari rangkaian acara di hampir sepanjang bulan Maret. Hari Perempuan Internasional sendiri diperingati tiap 8 Maret.

    Vini Zulfa, aktivis Kawan, menjelaskan peringatan Hari Perempuan Internasional diawali di Amerika pada 8 Maret 1909 lewat gerakan pekerja perempuan. Saat itu ribuan pekerja perempuan di pabrik tekstil melakukan aksi turun ke jalan dan mengosongkan pabrik. Mereka menuntut ruang demokrasi yang tidak diskriminatif pada perempuan. Mereka juga menuntut ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya, agar perempuan bebas berpendapat, berpolitik dan bekerja.

    - Advertisement -

    Kini, kata Vini, perjuangan perempuan bukan berarti selesai. Kondisi saat ini tak jauh berbeda dengan perjuangan para perempuan di masa lalu. Ia menyebut perempuan masa kini tidak bebas dari pelecehan seksual, menjadi korban KDRT, ataupun tindakan diskriminatif lainnya.

    Sebagai contoh, kata Vini, penggusuran Tamansari yang terjadi 2019 lalu sangat berdampak terutama pada perempuan. Sebab posisi perempuan biasanya dekat dengan rumah. Sebagian besar perempuan di kampung Tamansari yang tergusur juga menggunakan rumahnya sebagai tempat produksi, misalnya warung.

    Di saat yang sama, lanjut Vini, rumah warga kampung Tamansari menjadi tempat reproduksi, yakni mengurus anak, rumah tangga, dan lainnya. “Jadi ketika rumah mereka digusur, maka mereka kehilangan ruang kerja atau produksi dan reproduksi,” kata Vini, dalam jumpa pers di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Senin (2/3/2020).

    Selain Tamansari, Vini menyoroti pembangunan di Kota Bandung yang tidak ramah perempuan. Sehingga akan semakin banyak perempuan yang terdampak pembangunan, mulai dari kereta cepat, pembangunan mal, hotel dan sebagainya. “Pembangunan harusnya berperspektif gender atau berpihak pada perempuan,” tandasnya.

    Isu lainnya yang menjadi perhatian Kawan ialah pelecehan seksual di kampus. Pada 2019 lalu, ada pelecehan di sebuah kampus di Bandung. Pelaku pelecehannya dosen dan kaka kelas (senior). Vini melihat pelecehan seksual terhadap mahasiswi tersebut tak lepas dari adanya relasi kuasa.

    “Dosen karena merasa berkuasa, untuk melakukan pelecehan merasa aman. Jarang kampus mengusut tuntas, malah mereka berdalih ingin menjaga nama baiknya, malah mereka menyalahkan korban,” katanya.

    Masalah pelecehan di kampus menurutnya sudah menjadi rahasia umum. Namun belum ada korban yang berani bersuara. “Kita sempat melakukan FGD membahas isu ini. Dan beberapa orang perwakilan universitas bercerita memang ada dosen cabul dan kakak senior cabul,” katanya.

    Dengan latar belakang tersebut, maka Kawan menggelar rangkaian acara “Hari Perempuan Internasional: Bulan Persatuan Perempuan ini”. Acara ini berupa diskusi, workshop, nonton film, fun day, dan lain-lain.

    Aan Aminah dari Serikat Buruh Militan menambahkan, momen peringatan Hari Perempuan Internasional belum dikenal luas oleh masyarakat. Momen ini masih diperingati oleh kalangan terbatas, khususnya oleh para buruh perempuan sebagai pihak yang merasakan langsung penindasan oleh sistem di dunia kerja.

    Ia berharap, di momen ini semua perempuan ikut memeringati. “Saya berharap agar perempuan-perempuan ini memang benar diistimewakan, diperlakukan lebih baik, bukan berarti dibedakan dari laki-laki tapi karena perempuan makhluk mulia, dia bisa melahirna, bisa haid, beda dengan laki-laki,” kata Aan Aminah.Aan menuturkan, pihaknya sering turun ke pabrik-pabrik dan menemukan masih banyak perempuan yang tidak diberi hak normatif seperti cuti hamil, cuti melahirkan, dan lain-lain. “Ketika hamil mereka dikeluarkan, tak melihat berapa lama mereka kerja. Mereka dikeluarkan supaya tidak cuti dan dibayar,” kata Aan. [] 

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here