More

    Seni Avant Garde: Presensi Dari Epifani Dan Konsep Logis

    Berikut saya coba terjemahkan satu lirik lagu karya Bob Dylan tentang tema cinta ke dalam bahasa Indonesia. Sebisa-bisa saya mencoba mempertahankan rima akhir kata (yang lazim jadi ciri lirik lagu pop), meski ada beberapa baris yang gagal. Namun, ini setidaknya bisa menggambarkan kualitas “puitik” dari lirik lagu itu—jika Anda masih percaya bahwa lirik lagu karya Bob Dylan, peraih Nobel Sastra 2016, adalah puisi.

    Sebagai pembanding, saya cantumkan satu puisi bertema cinta karya penyair Chile, Pablo Neruda, peraih Nobel Sastra tahun 1971. Silakan bandingkan kedua ekspresi puitik teks di bawah ini:

    DEMAM CINTA

    - Advertisement -

    Karya Bob Dylan

    Aku melangkah melewati jalan-jalan sepi itu
    Berjalan, berjalan dengan kau bersarang di kepalaku
    Betapa lelah sepasang kakiku
    Betapa lontai pikiranku
    Dan awan-awan pun terisak.

    Apakah aku mendengar seseorang mengatakan kebohongan?
    Apakah aku mendengar raung di kejauhan?
    Aku mengoceh laiknya bocah kesepian
    Kau telah menghancurkan aku dengan senyuman
    Saat aku tengah tertidur.

    Aku demam oleh cinta yang membuatku terhimpit di dalamnya
    Kasih seperti ini, betapa aku demam karenanya.

    Aku melihat, di padang rumput, aku melihat para pecinta
    Aku melihat, aku melihat siluet di jendela
    Aku akan menonton mereka hingga mereka pergi
    Dan mereka meninggalkan aku menggantung sendiri
    pada sebuah bayangan.

    Aku mendengar jam berdetak, aku demam cinta
    Kasih begini, ah, aku memang demam oleh cinta.

    Terkadang keheningan bisa seperti guntur di angkasa
    Terkadang aku ingin berbelok arah dan menjarah sepuasnya
    Mungkin kau memang benar
    Aku memikirkanmu
    Dan aku bertanya-tanya.

    Aku demam cinta, aku berharap tak lagi bertemu denganmu
    Aku demam cinta, aku mencoba untuk melupakanmu.

    Tak tahu lagi apa yang mesti dilakukan
    Segalanya akan kuberikan
    Agar kembali bersamamu.

    1997

    ———–
    Catatan:
    ———–

    *) Love Sick = adalah idiom dalam bahasa Inggris di Amerika Serikat untuk perasaan tertekan karena cinta, kerinduan yang sangat, kesedihan oleh cinta. Saya tak menemukan frasa yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk hal ini.

    ——————————————————

    Teks asli lirik lagu pop karya Bob Dylan dalam bahasa Inggris:

    LOVE SICK

    By Bob Dylan

    I’m walkin’ through streets that are dead
    Walkin’, walkin’ with you in my head
    My feet are so tired
    My brain is so wired
    And the clouds are weepin’.

    Did I hear someone tell a lie?
    Did I hear someone’s distant cry?
    I spoke like a child
    You destroyed me with a smile
    While I was sleepin’.

    I’m sick of love that I’m in the thick of it
    This kind of love, I’m so sick of it.

    I see, I see lovers in the meadow
    I see, I see silhouettes in the window
    I’ll watch them ’til they’re gone
    And they leave me hanging’ on
    To a shadow.

    I’m sick of love, I hear the clock tick
    This kind of love, ah, I’m love sick.

    Sometimes the silence can be like thunder
    Sometimes I wanna take to the road and plunder
    Could you ever be true
    I think of you
    And I wonder.

    I’m sick of love, I wish I’d never met you
    I’m sick of love, I’m tryin’ to forget you.

    Just don’t know what to do
    I’d give anything to
    Be with you.

    1997

    ————————————————————–
    ————————————————————–

    Satu puisi cinta karya Pablo Neruda, peraih Nobel Sastra 1971:

    YANG TAK TERBATAS

    Karya Pablo Neruda

    Kaulihat sepasang tangan ini?
    Sepasang tangan yang telah mengukur
    bumi, sepasang tangan yang telah memisahkan
    mineral dan biji-bijian,
    telah membikin perang dan damai,
    telah meleburkan jarak
    seluruh lautan dan sungai,
    namun,
    saat sepasang tangan ini merabamu,
    duhai mungilku,
    duhai biji gandum, duhai burung camar,
    sepasang tangan ini tetap tak mampu melingkupimu,
    sepasang tangan ini terlalu letih mengejar
    merpati kembar
    yang istirah atau terbang dalam payudaramu,
    tapi sepasang tangan ini terus menjelajah antara kakimu,
    tak henti mencoba melingkari pinggang pualammu.
    Bagiku kaulah harta karun yang berlimpah
    melebihi seluruh laut dan cabang-cabangnya
    dan kau putih dan biru dan luas umpama
    bumi saat musim panen.
    Di wilayah itu,
    dari kaki hingga alismu,
    aku berjalan, berjalan, berjalan,
    menghabiskan sisa hidupku.

    ———————————————————-

    Teks asli puisi Pablo Neruda dalam bahasa Spanyol:

    LA INFINITA

    Por Pablo Neruda

    Ves estas manos? Han medido
    la tierra, han separado
    los minerales y los cereales,
    han hecho la paz y la guerra,
    han derribado las distancias
    de todos los mares y ríos,
    y sin embargo
    cuando te recorren
    a ti, pequeña,
    grano de trigo, alondra,
    no alcanzan a abarcarte,
    se cansan alcanzando
    las palomas gemelas
    que reposan o vuelan en tu pecho,
    recorren las distancias de tus piernas,
    se enrollan en la luz de tu cintura.
    Para mí eres tesoro más cargado
    de inmensidad que el mar y sus racimos
    y eres blanca y azul y extensa como
    la tierra en la vendimia.
    En ese territorio,
    de tus pies a tu frente,
    andando, andando, andando,
    me pasaré la vida.

    ——————————————————

    Menurut pendapat saya, bila tanpa aransemen musik, maka lirik lagu pop “Love Sick” karya Bob Dylan di atas hanya akan jadi “puisi” yang buruk. Cobalah tanya kepada para penyair peraih Nobel Sastra yang masih hidup apakah mereka mau menulis puisi dengan gaya lirik lagu pop ala Bob Dylan di atas? Saya yakin, mereka akan menjawab tidak. Kenapa? Karena lirik-lirik lagu pop karya Bob Dylan menjadi punya nilai estetika oleh sebab adanya faktor aransemen musik, bukan karena kekuatan medium bahasanya—seperti konvensi puisi sejak 4000 tahun lalu, sejak Epik Gilgamesh dituliskan pada tabula di Babilonia, hingga kini.

    Banyak orang—terutama para fans Bob Dylan—yang mencoba membela bahwa lirik-lirik lagu pop karya Bob Dylan adalah puisi. Mereka mencari-cari alasan yang tak relevan, misalnya soal definisi lirik yang berasal dari kata Yunani kuno tentang alat musik lyra, hanya untuk menunjukkan bahwa pada masa Yunani kuno puisi lirik itu dinyanyikan. Padahal pada masa itu, masa pra-Sokrates (700 SM), pengertian lagu sebagai puisi itu belum ada, bahkan istilah lirik juga belum ada, apa lagi puisi lirik. Sehingga mencoba memaksakan puisi sebagai derivasi lirik lagu yang merupakan bagian dari musik menjadi tidak relevan dan mengada-ada. Pada abad pertengahan di Eropa, puisi (jika Anda percaya bahwa lirik lagu merupakan induk dari puisi) tak lagi dinyanyikan atau diiringi alat musik seperti pada masa Yunani kuno pra-Sokrates. Dan lagi, lirik lagu jelas bukanlah puisi lirik. Itu dua kategori pengertian yang berbeda dalam terminologi sastra klasik, romantik, dan modern.

    Lalu, ada pula yang menyatakan bahwa lirik-lirik lagu pop karya Bob Dylan sangat ketat menggunakan metrum seperti puisi-puisi Yunani kuno. Bahkan puisi-puisi Homer disamakan dengan lirik-lirik lagu pop Bob Dylan karena penggunaan metrum yang, menurut mereka, amat ketat. Pertanyaannya: Apakah mereka tahu perbedaan antara metrum dengan rima akhir larik di dalam puisi? Apakah benar Bob Dylan menuliskan lirik lagunya mengikuti aturan metrum dalam puisi Yunani kuno, seperti iambic pentameter misalnya? Jelas tidak. Sebab bila Bob Dylan mengikuti aturan metrum puisi Yunani kuno itu, mana mungkin dia bisa membuat lagu dengan aransemen campuran musik pop, country, rock, atau blues. Pada masa Yunani kuno, menurut Freidrich Nietzsche di dalam buku “The Birth of Tragedy”, muasal puisi lirik Yunani adalah lagu rakyat, jadi merupakan bagian dari musik. Namun, bagi filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles (yang ditolak oleh Nietzsche), lirik lagu rakyat bukan puisi, yang dimaksud puisi oleh mereka adalah epik dan himne (dithyrambic poetry atau puisi pujian kepada dewa Olimpia). Aristoteles bicara soal puisi lirik, di buku “Poetica”, tidak dalam konteks musik atau jenis puisi, tetapi dalam konteks pembagian soal bentuk drama komedi dan tragedi. Menurut Aristoteles, drama tragedi tersusun dari enam unsur komposisi, yaitu: plot, karakter, gaya, pemikiran (tema atau amanat), pertunjukan, serta puisi liris (bentuk dialognya). Dan Aristoteles bicara soal itu dalam konteks menjelaskan teori estetika mimetik. Sementara lirik-lirik lagu pop Bob Dylon, jelas sekali, merupakan bagian dari industri musik pop AS dan bukan bagian dari sejarah ars poetica dunia.

    Pertanyaan berikutnya: Apakah musik itu sebenarnya? Apakah bunyi yang dikomposisikan dapat disebut musik? Lalu, apakah bunyi itu sebenarnya? Apakah musik dan bunyi bisa disebut bahasa?

    Friedrich Nietzsche mengatakan bahwa musik sebagai ekspresi Dionysian adalah bentuk seni yang melampaui bahasa. Ia berargumen bahwa keindahan musik tak mampu dijelaskan dengan kata-kata, tetapi hanya mampu dirasakan secara ekstatif. Ia juga mengecam keras opera sebagai bentuk kemerosotan dari musik dan lebih menyukai musik-musik instrumental klasik.

    Saya sepakat dengan pendapat Nietszche di atas. Sebab, dalam konteks fonologi, bunyi vokal atau konsonan atau jenis bunyi lainnya di dalam linguistik sama sekali tak menyampaikan “makna” emosi apa pun. Jadi, menurut saya, musik yang mengandalkan lirik lagu itu sebenarnya masih belum sejatinya musik. Dan, lirik lagu, jelas bukan puisi lirik. Puisi sebagai karya sastra adalah seni yang menggunakan medium bahasa. Sementara musik adalah seni yang melampaui bahasa.

    Bila dalam konteks teori sastra dan musik, lirik-lirik lagu pop Bob Dylan tak bisa dibuktikan telah “menghadirkan ekspresi puitik yang baru” dalam sastra dunia (khususnya puisi), lalu apa alasannya Akademi Swedia memberikan penghargaan Nobel Sastra 2016 kepada Bob Dylan?

    Nobel Sastra telah diberikan sejak 1901 oleh Akademi Swedia. Penerima pertama penghargaan Nobel Sastra adalah seorang penyair Perancis, Sully-Prudhomme. Namun, dari sejak itu, Akedemi Swedia kerap memberikan penghargaan secara kontroversial dan nyaris tanpa pertanggungjawaban yang mendalam secara ilmu sastra kecuali satu komentar singkat pada saat pengumuman pemenang Nobel Sastra. Pemberian penghargaan Nobel Sastra cenderung tanpa ukuran yang jelas bagi kemajuan ilmu sastra itu sendiri (misalnya aspek inovasi atau invensi dalam sastra), dan kerap bias politik. Hal ini berbeda dengan pemberian penghargaan Nobel dalam bidang sains, fisika misalnya, di mana ukuran pemberian penghargaan itu berdasarkan inovasi atau invensi dari bidang fisika.

    Di bawah ini saya lampirkan nama-nama para sastrawan kelas dunia yang telah memberikan kontribusi besar dalam bidang sastra, baik secara artsitik maupun keilmuan, tetapi telah sengaja diabaikan oleh Akademi Swedia meski karya-karya para sastrawan kelas dunia itu telah terbukti memengaruhi dunia sastra modern hingga saat ini. Mereka adalah para konseptor dan pendiri aliran atau penemu teknik inovatif sastra dunia, seperti James Joyce (penemu teknik arus kesadaran), Ezra Pound (konseptor dan pendiri aliran puisi imajisme), Andre Breton (konseptor dan pendiri aliran sastra surealisme), Jorge Luis Borges (inspirator sastra realisme magis dan sastra fantasi), Virginia Woolf (konseptor sastra feminisme), Vladimir Nabokov (penemu teknik stilistika prosa sastra modern), dll. Bahkan sebagian besar sastrawan yang mendapat Nobel Sastra mengakui bahwa mereka amat dipengaruhi oleh para inovator dalam sastra dunia itu.Namun, anehnya, hingga kini tak ada alasan terbuka yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan mengapa para inovator sastra dunia itu tidak diberikan penghargaan Nobel Sastra oleh Akademi Swedia. Sama seperti Akademi Swedia juga tak memberikan argumen yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan kenapa mereka memberi penghargaan Nobel Sastra kepada sastrawan tertentu. Terbukti karya-karya para pemenang Nobel Sastra sebagian besar justru tak lagi dibaca oleh sastrawan dan apresian sastra terkini (lihat saja daftar nama penerima nobel sastra di situs Yayasan Nobel). Malah, sastrawan yang diabaikan oleh panitia Nobel Sastra itu sampai kini buku-bukunya masih teras dibaca, terus dipelajari, terus menginspirasi para sastrawan di berbagai penjuru dunia—bahkan oleh mereka yang menerima Nobel Sastra.

    Absurditas atau “kegaiban” ukuran panitia Nobel Sastra dalam memberikan atau tidak memberikan penghargaan kepada para sastrawan, bisa jadi menunjukkan “ketidakmampuan mereka” dalam memahami sastra dan atau disebabkan oleh tendensi politik tertentu. Pada Oktober 2008, Horace Engdahl, sekretaris tetap Akademi Swedia, menyatakan kepada the Associated Press bahwa “Eropa adalah pusat dunia sastra”. Benarkah begitu, Meneer Angdahl? Lalu, kenapa Anda dan kolega Anda di Akademi Swedia memberikan penghargaan Nobel Sastra 2016 kepada Bob Dylan, seorang penyanyi dan penulis lirik lagu pop di AS? Apakah Anda tidak bisa membedakan antara “puisi lirik” dengan “lirik lagu” menurut teori sastra Eropa, ya, Eropa yang Anda klaim menjadi pusat dunia sastra itu? Kenapa Anda dan kolega Anda di Akademi Swedia mencoba membodohi publik sastra dunia dengan menganggap lirik lagu pop sebagai karya sastra, hanya dengan sepotong “argumen” yang lucu terkait pemberian Nobel Sastra 2016 kepada Bob Dylan? Bisakah Anda menjelaskan kepada publik sastra dunia mengapa sekian nama para sastrawan yang paling inovatif di dunia telah diabaikan oleh Akademi Swedia? Anda tak bisa mengklaim bahwa Eropa sebagai pusat sastra dunia hanya dengan memberikan penghargaan Nobel Sastra tanpa argumen yang jelas dan atau cenderung bodoh kepada individu tertentu, seperti kasus Bob Dylan misalnya. Terpikirkah oleh Anda bahwa panitia Nobel Fisika akan memberikan penghargaan Nobel Fisika kepada Gery Zukav, seorang penganut pseudoscience yang menulis buku “The Tao of Physic”? Apakah itu satu permisalan konyol? Ya, mungkin konyol, tetapi tidakkah Anda berpikir bahwa kekonyolan yang sama juga terjadi ketika Anda memberikan penghargaan Nobel Sastra kepada Bob Dylan?

    Berikut nama-nama sastrawan kelas dunia, yang karya-karya sastranya terus dibaca dan menginspirasi dunia sastra hingga saat ini (meksi tak mendapatkan Nobel Sastra), ketimbang sebagian besar karya para penerima “penghargaan” Nobel Sastra:

    Nama-nama sastrawan dunia paling inovatif dalam bidang prosa: Leo Tolstoy (1828 – 1910), Anton Chekov (1860 – 1904), Marcel Proust (1871 – 1922), Franz Kafka (1883 – 1924), Virginia Woolf (1882 – 1941), James Joyce (1882 – 1941), Aldous Leonard Huxley (1894 – 1963), Vladimir Nabokov (1899 – 1977), Jorge Luis Borges (1899 – 1986), George Orwell (1903 – 1950), Umberto Eco (1932 – 2016), Cormac McCarthy (1933 – ).

    Nama-nama sastrawan dunia paling inovatif dalam bidang puisi:
    Amy Lowell (1874 – 1925), Wallace Stevens (1879 – 1955), Raymond Roussel (1877 – 1933), Guillaume Apollinaire (1880 – 1918), Wiliiams Carlos Williams (1883 – 1963), Ezra Pound (1885 – 1972), Marianne Moore (1887 – 1972), Andre Breton (1896 – 1966), Federico García Lorca (1898 – 1936), Louis Zukofsky (1904 – 1978), W. H. Auden (1907 – 1973), Allen Ginsberg (1926 – 1907), John Ashbery (1927 – ).

    Sekali lagi saya tanyakan: Apa alasan sebenarnya Akademi Swedia memberikan penghargaan Nobel Sastra 2016 kepada Bob Dylan?

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here