More

    Mahasiswa Bisa Kritisi Pemerintah Dengan Riset

    Mega Dwi Anggraeni

    mahasiswa UPI menggelar aksi menuntut diturunkannya UKT di depan rektorat UPI, Bandung.
    Ilustrasi

    BANDUNG, KabarKampus  Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam memperbaiki dan mengawasi kebijakan dan kinerja pemerintahan. Oleh karenanya, partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sangat dibutuhkan, termasuk para mahasiswa.

    Berdasarkan pandangan dari Ketua Dewan Pengarah Insiatif, Tubagus Furqon, sampai saat ini mahasiswa masih kurang peduli terhadap kinerja dan kebijakan pemerintah. Padahal, jika mahasiswa ikut terlibat, dia yakin pembangunan akan berjalan lebih baik.

    - Advertisement -

    “Saya lihat, sejak dulu memang sedikit sekali mahasiswa yang melakukan gerakan dalam mengkritisi kebijakan dan kinerja pemerintah. Kalau ada 20 persen saja mahasiswa yang aktif mengawasi, saya kira pembangunan akan berjalan dengan baik,” katanya dosen planologi ITB ini kepada Kabar Kampus, saat ditemui usai Workshop Akuntabilitas Publik dalam Mendorong Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Air Bersih di Jawa Barat, di Hotel Horison, Bandung, Selasa (23/12/2014).

    Banyak cara yang bisa dilakukan oleh mahasiswa dalam mengawasi kebijakan dan kinerja pemerintah. Tidak hanya diperkotaan, tetapi juga di pedesaan. Salah satunya dengan membuat kelompok kecil dan melakukan riset kecil-kecilan.

    Bukan hanya itu, menurut Furqon, mahasiswa juga bisa melibatkan banyak pihak dalam melakukan riset tersebut seperti pakar ahli, pihak akademisi, dan media. “Hasil riset tersebut selanjutnya bisa dibicarakan dengan pemerintah. Saya yakin, walikota akan senang dengan banyaknya masukan dari masyarakat, terutama dari anak-anak muda,” imbuhnya.

    Audit sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat sudah dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif. Berangkat dari riset terkait kesulitan warga untuk mengakses air bersih di tiga lokasi, yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kota Tasikmalaya.

    Dalam paparannya, Rizki Estrada, Peneliti Perkumpulan Inisiatif menunjukkan Jawa Barat merupakan wilayah terendah ke-12 dalam mengakses air bersih. Data yang dia dapat dari Dinkes Jawa Barat tahun 2012 tersebut, dari 44 juta penduduk baru 31 persen yang dapat mengakses air bersih.

    “Apalagi dana yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sedikit. Untuk Kabupaten Bandung, pemerintah menggelontorkan dana hingga 45 milyar rupiah, Kabupaten Garut, 1.2 milyar rupiah, dan Kota Tasikmalaya mendapatkan 2.5 milyar rupiah untuk program penyediaan air bersih,” jelasnya.

    Pada tahun 1998 hingga 2012, lanjutnya, masyarakat mulai aktif mengkonsumsi air kemasan.Padahal Undang-undang No. 7 Tahun 2004 menjamin bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dalam proses perencanaan, pelaksanaan, tentang pengelolaan sumber daya air.

    “Di butir ke 7 ditekankan lagi, bahwa proses perencanaan, pelaksanaan kontruksi, operasi, dan pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air,” pungkasnya.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here