More

    Belajar Dari Kesalahan Fatal Orba Terhadap Ben Anderson

    Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Foto : Ahmad Fauzan Sazli
    Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Foto : Ahmad Fauzan Sazli

    BANDUNG, KabarKampus – Indonesia pernah memiliki kekeliruan fatal. Ketika itu ada seorang ahli Indonesia bernama Benedict Anderson dari Cornell University. Dia pernah menulis sebuah buku berjudul “The Idea of Power in Javanese Culture”. Buku tersebut membahas tentang konsep kekuasaan budaya Jawa.

    Secara kebetulan presidennya orang Jawa dan ketika buku itu keluar, pemerintah Orde Baru merasa buku tersebut menganalisa kepemimpinan Orde Baru. Sehingga ketika Benedict Andeson ke Indonesia, ia dicekal di Bandara Soekarno hatta.

    Benedict Anderson kemudian mengambil kopernya dan kembali ke negaranya. Lalu Benedict mengatakan, baik kalau begitu, bila tidak bisa riset lagi soal Indonesia, ia pindah ke Thailand. Lalu, semua sumber daya yang ada di Cornell University pindah ke Thailand. Penelitian mahasiswa Cornell University pun dipindahkan ke Thailand.

    - Advertisement -

    “Kemudian pusat studi di Thailand tumbuh pesat. Sementara di Indonesia tutup. Kenapa tutup, itu karena ketika itu kita berpikirnya jangka pendek, kita tidak berfikir jangka panjang,” kata Anis Baswedan dalam acara Rapat Koordinasi Program Pusat Pengembangan Perfilman tahun anggaran 2016 di kota Bandung, Rabu malam, (03/02/2015).

    Dari cerita itu Anis mengajak, kalau ada orang yang mau menulis tentang kita atau daerah kita. Boleh jadi kita tidak setuju dengan skrip yang ada di sana. Tapi ada kata-kata yang sering digunakan di Inggris : “Selama Anda menulis tentang negeri kami, kami tidak peduli apa yang Anda tulis, karena kalau tulisan Anda keliru, penulis berikutnya yang akan membaikinya”.

    “Apalagi era sekarang cepat sekali. Orang baru menulis perpektif baru, kemudian muncul perspektif yang baru lagi, lalu keluar perspektif yang lain lagi. Hari ini orang bisa menulis tentang A, kemudian bisa dibantah dengan B,” kata mantan Rektor Universitas Paramadina ini.

    Ia menuturkan, sekarang, masyarakat tak lagi bisa mengontrol sebuah persfektif, karena masyarakat sekarang hidup dalam demokrasi berekspresi. Karenanya masyarakat jangan membatasi kreativitas.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here