More

    Mahasiswa Bandung Ditantang Laporkan Media Penyiaran yang Meresahkan

    ENCEP SUKONTRA
    BANDUNG, Kabar Kampus-Mahasiswa diharapkan turut mengawasi dua lembaga penyiaran yang memakai frekuensi milik publik, yaitu radio dan televisi. Mahasiswa bisa menjadi pihak pertama yang melaporkan siaran atau tayangan yang meresahkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

    Neneng Athiatul Faiziyah, Komisioner Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Jawa Barat, mengatakan mahasiswa berpotensi besar menjadi duta literasi media. Mereka bisa mengkritisi penyalahgunaan frekuensi publik.

    “Kan isi media tidak semuanya baik. Mahasiswa sebagai agent of change bisa action langsung. Mahasiswa biasa dengan gadget, internet. Untuk itu harus action langsung, laporkan ke KPI kalau ada tayangan-tayangan atau siaran meresahkan dari televisi atau radio,” ungkap Neneng Athiatul Faiziyah, di Aula Kantor KPID Jabar, Jalan Malabar, Bandung, Sabtu (30/04/2016).

    - Advertisement -

    Neneng ditemui KabarKampus disela workshop jurnalistik bertema “Peran Mahasiswa Komunikasi Dalam Merespon Hegemoni Media Massa Mainstream” yang digelar KPID bersama International Women University (IWU).

    Lebih lanjut Neneng Athiatul Faiziyah menjelaskan kedua media penyiaran tersebut berpotensi disalahgunakan pemilik media, misalnya menayangkan acara tidak mendidik, penuh kekerasan, asusila, kata-kata cabul atau kasar dan lainnya.

    Menyinggung tema workshop tentang “Peran Mahasiswa Komunikasi Dalam Merespon Hegemoni Media Massa Mainstream,” menurut Neneng Athiatul Faiziyah, pelaporan atau pengaduan bisa menjadi salah satu cara untuk melawan media mainstream.

    Ada banyak cara pelaporan yang bisa dilakukan mahasiswa kepada KPI maupun KPID, antara lain via media sosial, SMS ke 081573107000, maupun laporan langsung dengan mengisi Formulir Pengaduan Isi Siaran.

    “Ayo teman mahasiswa jadi duta literasi media, mahasiswa harus kritis jangan diam saja karena ini (radio dan televisi) frekuensi milik publik,” ujarnya.

    Sedangkan kriteria tayangan atau siaran meresahkan tercantum dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang intinya isi tayangan atau siaran tidak boleh melanggar kesusilaan, menistakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dan lainnya.

    Sementara narasumber lain yang mengisi workshop jurnalistik adalah Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Adi Marsiela, yang antara lain memaparkan peta kepemilikan media televisi.

    Ia mengungkapakan, di Indonesia ada 2.000 perusahaan media yang dimiliki oleh 15 perusahaan atau konglomerat. Mereka adalah korporasi besar yang mendirikan perusahaan dengan status Perseroan Terbatas (PT).

    “Sedangkan tujuan PT adalah mencari duit. Sebanyak 15 bos media tersebut memiliki afiliasi pada partai politik tertentu, contohnya setiap hari kita disuguhi mars partai, apakah kita tidak terganggu?” ungkap Adi Marsiela.

    Menurutnya, mahasiswa memang harus turut mengawasi lembaga penyiaran publik yang merupakan media mainstream. Salah satu perlawanan yang bisa dilakukan mahasiswa adalah dengan memanfaatkan lembaga yang ada, antara lain melaporkan media penyiaran ke KPID.

    “Kalau merasa terganggu, laporkan saja ke KPID,” tandasnya.

    Workshop jurnalistik dihadiri Himpunan Jurusan Komunikasi IWU diikuti berbagai organisasi pers kampus di Bandung, antara lain UIN, Unpas, Unisba, dan Unpad. Acara ini dibuka sambutan Rektor IWU Dewi Indriyani Yusuf dan Ketua Panitia Arif Rasyidin yang membacakan puisi. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here