More

    Kontroversi Nama “al-Fathun Nawa”

    Efi Salinda – SUARA KAMPUS IAIN Imam Bonjol Padang

    Seminar Internasional Qur’an Scientifi yang digelar Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol bekerjasama dengan CV al-Fathun Nawa diadakan selama dua hari, 23-24 November 2011 di Rocky Hotel Padang. FOTO : ABABIL GUFRON

    PADANG,KabarKampus—Seminar Internasional Qur’an Scientifi yang digelar Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol bekerjasama dengan CV al-Fathun Nawa diadakan selama dua hari, 23-24 November 2011 di Rocky Hotel Padang. Selain menuai pujian, tidak sedikit para nara sumber yang menjadi pembica dalam seminar ini yang mengkritisi buku al-Fathun Nawa.

    Dr. Mahammad Iqbal, M.Ag  selaku pembicara dalam seminar tersebut mengatakan, al-Qur’an bukan kitab ilmu pengetahuan. Tapi banyak ayat-ayat al-Qur’an yang mengisyaratkan tentang ilmu pengetahuan. “Sebagian pakar mengatakan, seperlima dari ayat al-Qur’an berbicara tentang ilmiah. Bahkan Agus Purwanto mencatat ada 1108 ayat yang berbicara tentang ilmu pengetahuan” jelas dosen Fakultas Syari’ah itu.

    - Advertisement -

    Iqbal juga mengkritisi beberapa aspek dari buku karangan Dr. Halo-N itu. Ia mengatakan, pengarang memiliki pandangan yang negatif dan skeptis terhadap hadis Nabi. Hal ini terlihat jelas dalam ungkapan pengarang yang mengatakan, mengkalsfikasi hadist antara yang shahih dengan yang dhoif seperti memilih benda halal yang telah bercampur dengan najis. Menurut Iqbal, dalam menafsirkan al-Qur’an, kita tidak bisa mengabaikan hadis Nabi.

    Selain itu, penerjemahan potongan-potongan ayat yang seharusnya diikuti tanda koma, justru diakhiri dengan tanda titik. “Pengarang juga kurang memperhatikan pelaku dua orang atau lebih (mutsanna atau jama’) yang terkadang hanya diterjemahkan satu orang (mufrad).  kata ganti (dhomir), dan kalimat aktif atau pasif”, paparnya.

    Nama “al-Fathun Nawa” Menyalahi Kaidah Bahasa Arab

    Dr. Muchlis Bahar, Lc. M.Ag  mengawali presentasi makalahnya dengan mengkritisi judul buku al-Fathun Nawa dari segi kaidah tata bahasa Arab. “Buku ini ditulis dengan judul al-Fathun Nawa. Seharusnya Fathun Nawa. Tanpa menggunakan alif lam (al-red). Dalam bahasa Arab, dua kata benda (isim) yang berdekatan disebut dengan idhofah. Jika ingin menggunakan alif lam maka judul yang tepat adalah al-Fathun an-Nawawi” ungkapnya.

    Dalam pemaparan makalahnya yang berjudul “Metode Penafsiran dalam Buku al-Fathun Nawa” , lulusan universitas al-Azhar ini menjelaskan bahwa metode penafsiran  yang digunakan Halo-N dalam bukunya adalah metode tafsir qur’an bil qur’an. “Pengarang menjelaskan tafsir satu ayat dengan ayat lain, tidak berdasarkan hadist Nabi. Tapi menganalisa ayat tersebut dengan akal (tafsir bi rakyi,”, katanya.

    Apalah Arti Sebuah Nama

    Persoalan seputar nama “al-Fathun Nawa” menjadi salah satu topik pembicaraan yang terus bergulir sampai acara penutupan. Dalam sambutannya, Dr. Halo-N menegaskan, “Saya tidak jual nama, tapi isi” ujarnya tegas.

    Pemilik nama lengkap H. Ahmad  Laksamana bin Omar itu mengatakan, dari segi tata bahasa Arab, muannats (yang berarti perempuan-red) tidak selalu disandingkan dengan muannats. Terkadang muaanats diikuti oleh muzakkar (yang berarti laki-laki-red). “Saya ingin fokus pembahasan dalam acara ini adalah isi buku, bukan judul buku” katanya.

    Hal senada juga diungkapkan Dekan Fakultas Syari’ah, Drs. Sobhan, MA dalam acara seminar Internasional di hotel Rocky tersebut. “Kesalahan pemberian nama juga sering terjadi di tengah masyarakat. Seperti nama Maisaroh yang diberikan untuk seorang perempuan. Padahal Maisaroh adalah seorang laki-laki sahabat Nabi”.

    Lebih lanjut Sobhan mengatakan, ada pepatah Indonesia yang berbunyi, apalah arti sebuah nama. “Jadi nama al-Fathun Nawa tidak perlu lagi diperdebatkan” tutupnya.[]

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here