More

    Harapan di Tengah Hilangnya Petani Muda

    petani indramayuJAKARTA, KabarKampus –  Profesi petani saat ini masih dipadang sebagai profesi yang tidak menjanjikan dan tak memberikan harapan. Buktinya dari data BPS menyebutkan dalam kurun waktu sepuluh tahun, 2003- 2013, jumlah rumah tangga petani berkurang  sebanyak lima juta.  Tak hanya itu dari usia petani, tak kurang dari 80 persennya berusia di atas 50 tahun. Petani yang tersisa adalah petani tua.

    Sektor tani memang bukanlah sektor yang dapat menari perhatian kaum muda. Banyak anak muda yang  lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik atau pergi bekerja di kota. Banyak faktor yang membuat anak muda tak tertarik menjadi petani.  Namun tentu saja faktor utamanya berkaitan dengan masalah ekonomi.

    Namun alasan tersebut tidak berlaku bagi sejumlah anak muda ini. Mereka terjun ke dunia pertanian dan sukses meraup keuntungan dari sana.

    - Advertisement -

    Salah satunya adalah Tony Aditya. Tony adalah alumnus Hubungan Internasional Universitas Jember. Pemuda yang saat ini berusia 24 tahun ini menjual produk pertanian ke mitra petani di sekitar wilayah Jember dan perusahaan pengelola pertanian.

    Konsep kewirausaaan sosialnya adalah mendukung para petani lokal di wilayah Jember untuk menjadi petani mandiri dan berdaulat melalui hasil pertanian yang berkualitas dan hasil panen yang mampu menyejahterakan. Produk ungguan yang Tony jual adalah Edamame (jenis kedelai Jepang). Tony tak hanya memasarkan Edamame ke pasar domestik namun juga ke negara Jepang dan Kuwait. Saat ini omset yang dihasilkan Tony mencapai ratusan juta rupiah.

    Menurut Tony, pada awalnya, sebelum terjuan ke dunia pertanian, ia berfikir petani itu kerjanya cape kepanasan. Namun ternyata peluang menjadi petani sangat luas. Apalagi jumlah petani muda di Indonesia hanya 12 persen dari total petani yang ada

    “Jadi kalau jadi petani pesaingnya tidak banyak. Petani yang sudah tua kurang sekolah, jadi mereka kerap kesulitan menjual hasil pertaniannya,” kata Tony.

    Dari sana menurut Tony, bisa jadi kesempatan anak-anak muda untuk menjual hasil pertanian tersebut.  “Diawali dengan mempelajari bisnis pertanian, belajar banyak tentang produk dan petani lokal, sambil berjalan mereka bisa mengembangkan produk tani yang lebih luas,” katanya.

    Lain lagi dengan cerita Muhammad Tanfidzul Khoiri, seorang mahasiswa  jurusan Akutansi di STIE Dharma Iswara Madiun. Pemuda berusia 21 tahun ini adalah petani khususnya petani daging alias pengusaha tani domba di kota Madiun Jawa Timur.

    Ia adalah pemilik sekaligus direktur perusahaan Kandang Oewank. Saat ini Khoiri telah menjual lebih dari 120 ekor domba dengan omset lebih dari 100 juta pertahun. Tak hanya itu, usaha ternaknya ini terintergrasi dengan memanfaatkan seluruh hasil pertanian dan peternakan secara masimal.

    Kotoran domba diolah menjadi pupuk organic kemudian pupuk tersebut diaplikasikan pada kebun yaitu kebun papaya, isang cabai, kangkung, serta rumput gajah. Kemudian hasil limbah pertanian seperti rendeng kangkung, jerami padi dan kedelai dan sebagainya menjadi pakan domba. Siklus ini terus berputar sehingga tidak ada limbah yang tidak termanfaatkan.

    Menurut Khairi, dari 25 domba yang dia gemukkan, kini Khoiri sudah memiliki 200 domba. Dan saat Idul Adha kemarin, ia berhasil menjual sekitar 150 domba. Untuk meyakinkan para konsumen tentang kualitas dombanya, Khoiri sering mengajak mereka ke kandang. Di sana, Khoiri menjelaskan jenis dan pembuatan pakannya kepada para konsumen. Bahkan, konsumen bisa memilih sendiri domba yang mereka inginkan.

    Setiap hari, Khoiri memulai aktivitasnya di kandang domba. Sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB dia mengurus semua dombanya. Sementara sore hingga malam hari, dia menghabiskan waktunya untuk belajar akuntansi di kampusnya.

    “Bidang pertanian itu sangat banyak, tidak melulu selalu bercocok tanam,” pungkasnya.[]

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here