BANDUNG, KabarKampus – Bila ada masyarakat yang mempertanyakan gelar Doktor Honoris Causa (Dr. H.C) kepada Megawati Soekarnoputri adalah hal yang wajar. Karena Presiden Republik Indonesia yang kelima tersebut tidak pernah menamatkan pendidikan sarjana di Perguruan Tinggi.
Sementara Permendikbud RI No. 21 Tahun 2013 tentang pemberian gelar doktor kehormatan dalam pasal 4 menyebutkan penerima gelar tersebut haruslah memiliki gelar akademik paling rendah sarjana (S1) atau setara dengan level enam dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Namun Universitas Padjajaran (Unpad) memiliki alasan yang kuat, gelar Dr. H.C. tersebut tetap diberikan kepada orang nomor satu di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut. Unpad mengaku, mereka telah memberikan pendekatan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) kepada Megawati. Sehingga dia memiliki level enam dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
“Bahkan kami memberikan level delapan kepada Megawati. Ini karena, produk pemikiran yang telah dihasilkannya, secara akademik bisa disetarakan,” kata Prof. Dr. Med. Tri Hanggono Achmad, Rektor Unpad dalam konferensi pers di Kampus Unpad, Bandung, Selasa, (25/05/2016).
Selain itu, kata Rektor memberikan KKNI level delapan kepada Megawati ini sudah dikonsultasikan kepada Kemenristek Dikti. Apalagi posisi Unpad sebagai PTN Berbadan Hukum memiliki kewenangan dalam memberikan RPL atau KKNI.
“Jadi seseorang tidak perlu memiliki pendidikan formal untuk mendapatkan gelar kehormatan. Ini juga keluar dalam Permendikbud tentang KKNI,” jelas Rektor.
Pemberian Gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Politik dan Pemerintahan kepada Megawati Soekarnoputri rencananya diberikan pada hari Rabu, 25 Mei 2016 di Grha Sanusi Hardjadinata, Kampus Unpad, Bandung. Bertindak sebagai promotor dalam pemberian gelar ini yaitu Prof. Dr. Obsatar Sinaga Msi (ketua), Prof. Oekan S. Abdoellah MA, PhD, dan Dr. Arry Bainus MA.
Megawati Soekarnoputri sendiri pernah tercatat sebagai mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian Unpad, dari tahun 1965 hingga tahun 1967. Namun situasi politik nasional ketika itu, membuat putri Presiden Pertama Indonesia, Soekarno ini tidak bisa melanjutkan studi dan pulang ke Jakarta.[]