More

    Kengerian Politik dan Pemberontakan Binatang di Kampus UPI

    IMAN HERDIANA

    Di suatu peternakan bernama Ladang Suto, hidup beragam hewan ternak yang lelah, lapar dan bosan. Mereka marah kepada peternak yang menindas. Mereka pun merancang suatu pemberontakan.

    Pementasan teater berjudul "Ladang Binatang" oleh Teater Lakon di Kampus UPI, Bandung, Jumat (11/11/2016). FOTO: Iman Herdiana
    Pementasan teater berjudul “Ladang Binatang” oleh Teater Lakon di Kampus UPI, Bandung, Jumat (11/11/2016). FOTO: Iman Herdiana

    Pemberontakan hewan ternak itu ditampilkan kelompok Teater Lakon lewat pertunjukkan teater berjudul “Ladang Binatang” di Auditorium Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Jumat (11/11/2016) sore.

    - Advertisement -

    Lakon “Ladang Binatang” merupakan adaptasi dari novel masyhur Animal Farm karya George Orwell hasil saduran Kamil Mubarok. Di bawah arahan sutradara Chandra Kudapawana, lakon “Ladang Binatang” menampilkan pertarungan politik antar binatang.

    Lakon ini dimainkan 17 aktor dan aktris yang berkostum binatang ternak seperti babi, sapi, kambing, bebek, ayam, keledai, dan anjing. Pementasan ini ditargetkan ditonton 300 orang.

    Suasana panggung didesain seperti kandang, banyak jerami, kotak-kotak kayu, bambu dan karung-karung beras dan gandum. Lakon dibuka dengan tarian dan nyanyian para aktor dan aktris, musik menderu penuh semangat.

    Saat musik berhenti, seorang aktor berkostum babi bernama Major, naik ke atas kotak kayu. Ia mulai pidato tentang keserakahan dan kekejaman manusia.

    “Kita lahir dan diberi makan hanya untuk bernafas. Hakikat hidup kita tak lepas dari perbudakan dan penderitaan,” katanya, yang dijawab berisik suara-suara binatang.

    Manusia, kata Major, adalah mahluk paling tidak produktif. Mereka tak mau menggunakan tenaga mereka, mereka memeras tenaga hewan. Kepada ayam ia bertanya, berapa telur ayam yang sudah manusia dihancurkan?

    “Jika telur-telur itu dibiarkan menetas mungkin anak-anak kalianlah yang akan menguasi populasi di bumi ini,” ungkap Major.

    Terbakar semangat tersebut, hewan-hewan ternak menggalang kekuatan untuk membunuh pemilik peternakan bernama Suto. Dalam pemberontakan itu, Suto berhasil dibunuh oleh babi hitam bernama Napoleon.

    Napoleon dan sobatnya, babi putih yang gemuk bernama Snowball, memegang peranan menonjol dalam kawanan hewan ternak itu. Namun dalam satu kelompok tidak bisa ada dua pemimpin.

    Maka Napoleon dan hewan ternak berpengaruh lainnya, yakni babi betina bernama Squealer, dan seekor anjing galak, menghasut hewan ternak lainnya untuk mengusir Snowball.

    Setelah Snowball pergi, Napoleon menjadi pemimpin tunggal yang diktator. Dia dibantu Squealer dan anjingnya, memeras tenaga hewan ternak lainnya agar menghidupkan peternakan itu.

    Lakon berdurasi dua jam itu sebagaimana novel George Orwell adalah sebuah satir terhadap rezim totaliter. Chandra Kudapawana sang sutradara mengatakan, lakon “Ladang Binatang” sengaja fokus pada perebutan kekuasaan antar hewan.

    “Isu Orwel dalam novel Animal Farm meski ditulis 1945 tapi masih relevan untuk masa kini, apalagi sekarang lagi panas-panasnya politik, di Jakarta misalnya sedang Pilkada,” kata Chandra Kudapawana kepada KabarKampus.

    Lewat pementasan itu ia ingin menunjukkan bahwa politik memiliki sisi yang kotor, bahwa kekuasaan cenderung memiliki sifat diktator atau menindas. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here