JAKARTA, KabarKampus – Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan, perokok memiliki potensi terjangkit Covid-19, dua hingga tiga kali lipat dibandingkan non perokok. Hal tersebut karena, jumlah reseptor ACE 2 atau tempat duduknya SARS-Cov-2 di saluran pernapasan para perokok lebih banyak dari non-perokok.
Pernyataan ini disampaikan, dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR, FISR., Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Ia menyampaikannya dalam dialog di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Selain resptor ACE 2, menurutnya, asap rokok yang dihasilkan oleh perokok dapat menurunkan imunitas tubuh, terutama pada imunitas saluran pernapasan. Bahan-bahan yang ada di dalam asap rokok itu terbukti mengganggu proses migrasi berbagai sel-sel imunitas tubuh saat melawan infeksi.
“Itu sudah ada risetnya di beberapa jurnal sebelumnya, bahwa ketika seorang perokok, kemudian terjadi infeksi maka migrasi daripada sel-sel imunitas itu akan menurun dan fungsinya juga menurun akibatnya ketika terinfeksi akan terjadi kondisi yang lebih luas dan cenderung menjadi lebih berat termasuk pada COVID-19,” ujarnya.
Selain itu, tambah Agus, merokok dapat meningkatkan potensi komorbid yang lebih banyak. Hampir penyakit-penyakit komorbid seperti jantung, hipertensi, dan diabetes banyak ditemukan pada seorang perokok. Ketika seorang perokok memiliki komorbid akhirnya menimbulkan risiko terjangkit COVID-19.
“Jadi Jadi ada dampak secara tidak langsung dari rokok, komorbid kemudian COVID-19 itu sendiri,” jelas Agus.
Penyebab selanjutnya yang menyebabkan perokok dapat lebih mudah terjangkit COVID-19 adalah kebiasaan para perokok dalam memegang rokok secara berulang-ulang. Menurut Agus, kebiasaan ini menyebabkan transmisi virus ke dalam tubuh jauh lebih meningkat karena adanya inhalasi dari tangan ke saluran pernapasan.
Kemudian, terkait mortalitas, Agus menyebut, perokok juga menempati mortalitas yang cukup tinggi. Perokok yang terkena Covid-19 dan meninggal, ada sekitar 25 persen. Sedangkan mortalitas umum di dunia sekitar lima persen.
“Jadi perokok itu memang tinggi dalam meningkatkan risiko terjangkit COVID-19 yang berat sampai meninggal,” tegasnya.[]