SEMARANG, KabarKampus – Tim Advokasi dan Gerakan Melawan Pembungkaman Akademik (GEMPA) Unnes mendesak Mendikbud, Nadiem Makarim untuk melakukan pembinaan Moral kepada Rektor dan Dekan Fakultas Hukum Unnes. Dorongan tersebut, karena Rektor dan Dekan FH Unnes dianggap tidak mengindahkan rekomendasi Kemendikbud terkait dirumahkannya Frans Josua Napitu, Mahasiswa FH Unnes.
Sebelumnya, Dekan FH Unnes mengeluarkan surat Pengembalikan pembinaan moral Frans kepada orang tuanya (dirumahkan) selama enam bulan pada (16/11/2020). Dalam surat tersebut Frans dianggap mendukung gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sebelumnya Frans melaporkan dugaan korupsi Rektor Unnes ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga kemudian mahasiswa Unnes menganggap keputusan Dekan FH Unnes tersebut mengada-ada dan bertentangan dengan sikap anti korupsi.
Ignatius Radit salah satu tim advokasi menjelaskan, atas Surat Keputusan Dekan FH unnes tersebut, mereka telah membuat laporan ke sejumlah lembaga seperti Kemendikbud, Komnas HAM, LPSK, Biro Hukum KPK. Kemudian mereka juga telah melayangkan Nota Keberatan atas terbitnya SK tersebut kepada Dekan FH Unnes.
Dari sana lanjut Radit, mereka mendapat balasan dari Dekan FH Unnes. Intinya Dekan menyatakan, surat keputusan yang dikeluarkan tersebut, bukan merupakan bentuk skorsing.
“Hal ini semakin mempertegas kekeliruan yang dilakukan oleh Unnes. Pasalnya, jenis sanksi berupa “Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Ke Orang Tua” tersebut tidak ditemukan dalam regulasi manapun. Untuk dikategorikan sebagai mahasiswa non aktif, harusnya mahasiswa tersebut sedang menjalani sanksi berupa DO, Skorsing atau Cuti,” kata Radit yang juga Menteri Kajian Strategis BEM KM Unnes ini dalam keterangan persnya, Rabu, (30/12/2020).
Sehingga bagi Radit dan teman-teman, SK tersebut selain cacat secara formil karena tidak melalui prosedur yang berlaku. Selain itu juga SK tersebut juga cacat secara materill karena jenis sanksi yang dikeluarkan tidak merujuk kepada regulasi bahkan dijatuhkan atas dasar dugaan tanpa melalui proses pembuktian sehingga memperoleh kekuatan hukum tetap.
Rekomendasi Kemendikbud
Menurut Radit, atas laporan mereka, Kemendikbud telah menurunkan tim pencari fakta. Kemudian memeriksa Frans untuk dimintai keterangannya sebagai pelapor.
Kementerian pun lanjut Radit sudah menyelesaikan hasil pemeriksaan dan mengirimkan hasil rekomendasi kepada Unnes pada (17/12/2020). Namun hingga (29/12/2020) Rektor dan Dekan FH Unnes tak kunjung mencabut Surat Keputusan yang mengembalikan Frans ke orang tuanya tersebut.
Bagi Radit dan teman-teman, tidak adanya itikat baik kampus untuk menyelesaikan kasus Frans, akan semakin lama Frans untuk mendapatkan haknya sebagai mahasiswa. Sehingga keputusan ini dapat membuat kerugian materill maupun immaterill kepada Frans.
“Hal inilah yang membuat GEMPA menyesalkan tindakan Kampus Unnes yang seharusnya menjadi ruang aman untuk memproduksi nalar kritis, kini telah berubah menjadi ruang pemberangus nalar kritis itu sendiri,” tegasnya.
Untuk itu selain GEMPA meminta Mendikbud melakukan pembinaan moral dan karakter kepada Rektor Unnes dan Dekan FH Unnes, mereka meminta Mendikbud mendesak Rektor dan Dekan FH Unnes untuk segera menindaklanjuti rekomendasi dari Kementerian. Rektor dan Dekan FH Unnes harus mencabut Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Tentang Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans Josua Napitu Ke Orang Tua.
“Rektor Unnes dan Dekan FH Unnes memintas maaf secara terbuka kepada publik serta memastikan tidak terjadinya tindakan serupa atau tindakan represif lainnya. Rektor Unnes tidak melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan di KPK,” tuntut Radit mewakil GEMPA.