More

    Mahasiswa PMM 2 Unand Telusuri Budaya dan Toleransi di Minangkabau

    Oleh: Andrezal*

    Peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 2 Unand melakukan foto bersama dengan Pemandu Museum dan Juga Dosen Modul Nusantara Eli Ratni saat melakukan kegiatan wisata, Sabtu (17/09). (ist)

    PADANG, KabarKampus – Mahasiswa dari berbagai daerah yang tergabung dalam program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 2 di Universitas Andalas mengikuti perjalanan wisata sejarah dalam kegiatan Modul Nusantara tentang Kebhinnekaan, Sabtu (17/09). Mereka diajak untuk menjelajahi Museum Adityawarman dan juga berbagai rumah ibadah yang ada di Kota Padang untuk mempelajari budaya Minangkabau dan toleransi yang ada. Tema dari kegiatan ini adalah “Membaca Minangkabau di Museum Adityawarman dan Kunjungan Rumah Ibadah”. Kegiatan ini adalah kelanjutan dari program kegiatan sebelumnya yang mengajak para mahasiswa peserta PMM 2 tersebut untuk “Membaca dan Menimbang Budaya Minangkabau”.

    Saat memasuki museum, pemandangan pertama yang disuguhkan adalah sebuah tugu berwarna putih, bagian atasnya bulat dan di dasarnya terdapat relief yang mengisahkan sejarah Minangkabau. Tugu tersebut berada di tengah-tengah taman dan bernama Tugu Pahlawan, didirikan pada tahun 1950. Di belakang tugu juga terlihat sebuah Rumah Adat Minangkabau atau Rumah Gadang yang dindingnya penuh dengan ukiran, atapnya yang melengkung seperti tanduk kerbau serta sebuah rangkiang yang berada di sisi kanan bangunan tersebut. Rumah Gadang adalah pusat dari ruang hidup dalam kebudayaan Minangkabau selain surau dan lapau. Sedangkan rangkiang adalah gudang penyimpanan bahan pangan pokok, yang merefleksikan kearifan lokal dalam menyiasati situasi dan kondisi yang sulit di dalam kehidupan keseharian masyarakat.

    - Advertisement -

    Mahasiswa peserta PMM2 yang melakukan kegiatan wisata ini berasal dari Kelompok 1, dengan para Dosen Modul Nusantara yaitu Bobby Febri Krisdianto, Eli Ratni, Virtuous Setyaka, dan Yunarti. Mereka dibagi lagi menjadi empat kelompok kecil, dengan masing-masing Liaison Officer (LO) yaitu Aprilia Nofita, Darul Islam, Muhammad Nabil Khaini, dan Shifa Jauzaa Martabaya.Satu persatu kelompok mulai memasuki museum dengan dipandu oleh Petugas Museum, mereka berjalan menjelajahi setiap ruangan.

    Setiap ruangan di museum ini memiliki berbagai tema mulai dari Zaman Purba, Peradaban Buddha, Peradaban Islam, Pakaian Adat, Satwa Lokal, Kain Tradisional, dan Makanan Khas Daerahdi Minagkabau. Mahasiswa menikmati penjelasan dari pemanduprofesional yang disediakan untuk melayani mereka.  

    Setelah berkelilingmuseum, mereka selanjutnya berangkat menuju Gereja Katedral Santa Theresia Padang, Gereja ini telah berdiri sejak tahun 1932. Di sana mereka belajar pentingnya toleransi dan saling pengertian antar masyarakat dan agama. Selain jaket almamater, para mahasiswa peserta PMM 2 yang sebagian besar berjilbab dan warna-warni tersebut, sangat antusias dengan sambutan dari pihak Gereja yang juga antusias menyambut mereka.

    Dari Gereja, mahasiswa PMM melanjutkan kunjungan ke Masjid Gantiang. Masjid ini merupakan salah satu cagar budaya Kota Padang, berdiri sejak tahun 1805. Mahasiswa mendengar dengan saksama mengenai sejarah pembangunan masjid yang penuh dengan nilai toleransi. “Struktur masjid bagian luar dibangun pedagang Tiongkok, sedangkan pedagang Arab membangun bagian dalam masjid” begitu penjelasan dari Al Mijun, seorang  pengurus Masjid Gantiang. 

    Seharusnya, para mahasiswa peserta PMM 2 ini juga dijadwalkan berkunjung ke Kelenteng See Hien Kiong, namun karena ada acara tertutup yang sudah dijadwalkan pihak Kelenteng, maka para mahasiswa hanya bisa lewat di depannya dan melihat dari luar saja.

    Saat hujan mulai turun, perjalanan tetap dilanjutkan menuju Wihara Buddha Warman yang didirikan pada tahun 1989. Rombongan mahasiswa peserta PMM2 ini disambut oleh Romo Sudharma dan Banthe Badrabuddhi. Sesi diskusi di dalam Wihara penuh dengan gelak tawa, mahasiswa sangat terhibur dengan pembawaan Banthe hingga diskusi menjadi sangati nteraktif. Wihara ini berhasil membangun Sekolah Plus Manjhushri. Sekolah ini mencerminkan toleransi yang tinggi karena guru dan siswanya berasal dari berbagai agama. ”Orang yang merdeka adalah orang yang belajar” demikian pesan yang disampaikan Banthe Badrabuddhi.

    Memang benar adanya, pendidikan akan mendorong orang-orang untuk menjadi manusia yang bijak. Mampu melihat kehidupan dari berbagai segi positif, termasuk hidup berdampingan dengan keberagaman Indonesia yang luar biasa. Dengan pelajaran berharga hari itu, peserta PMM diharapkan bisa memetik makna toleransi yang sangat diperlukan sebagai bangsa yang majemuk. Di Minangkabau sendiri, toleransi juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak lama, karena keterbukaannya dan kemampuan berdialektika.

    *Penulis adalah Mahasiswa HI, FISIP, Unand.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here